Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) terus fokus melatih para anggota agar bisa menetapkan standar Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) sebagai upaya menghadapi kampanye hitam sawit yang dilakukan oleh LSM asing. “Pola pelaksanaan perkebunan harus mengikuti standar ISPO agar tidak menjadi celah yang dapat dimanfaatkan pihak asing. Jadi, memang harus diperbaiki sehingga tidak ada alasan LSM asing merusak citra sawit kita,” kata Sekjen Apkasindo Sulaiman Husain Andi Loeleo di Makassar, kemarin.

Dia mengakui, industri sawit Indonesia sering mendapat serangan dari negara lain, terutama Uni Eropa (UE), karena pemanfaatan sawit yang dianggap dapat mengganggu keseimbangan alam. “Perkebunan petani sawit harus mengacu pada standar ISPO dan itu tidak bisa ditawar lagi,” ujar Kepala Wilayah Apkasindo Sulsel tersebut seperti dilansir Antara.

Pakar Pertanian dari Universitas Hasanuddin La Ode Asrul mengatakan, ide pengembangan sekolah sawit khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI) merupakan upaya nyata dalam meredam isu negatif yang kerap menerpa industri sawit nasional. La Ode mendukung dan siap ambil bagian dalam pengembangan sekolah sawit demi mengangkat perekonomian petani sekaligus membuat sawit lebih ramah lingkungan. “Ide pengembangan sekolah sawit itu positif. Di sekolah sawit, kita bisa mendidik dan mengajarkan tenaga (petani) muda di desa agar selain fokus meningkatkan pendapatan juga sekaligus menjaga lingkungan sekitarnya,” kata dia.

Dalam kesempatan itu, Apkasindo Sulawesi Selatan berharap pencarian dana program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) tidak dipersulit khususnya di dinas perkebunan. Berdasarkan data Apkasindo, luas lahan sawit Sulsel yang sudah di setujui mendapatkan dana PSR seluas 4.470 hektare (ha) yang berlokasi di Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur. Adapun besarnya dana hibah dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Rp 25 juta per ha.

Kepala Wilayah Apkasindo Sulsel Sulaiman Husain mengakui pencairan dana peremajaan memang ketat untuk kepentingan dan kebaikan industri sawit nasional. “Jadi pencairan dana peremajaan (PSR) itu memang harus diperketat agar tidak salah sasaran. Namun jika memang berhak maka tentu tidak ada alasan diperlambat,” katanya.

Untuk mendapatkan bantuan PSR, para petani sawit harus memenuhi beberapa persyaratan penting dari pemerintah, di antaranya usia sawit sudah di atas 20 tahun sehingga tidak begitu produktif lagi. Selanjutnya para petani tidak melanggar aturan seperti menanam sawit dengan melakukan perambahan hutan, membakar hutan, menanam di lahan gambut dan hutan lindung yang begitu dilarang pemerintah. “Jadi para petani harus memperhatikan berbagai persyaratan untuk mendapatkan dana PSR. Jadi kita dididik agar bisa sesuai standar ISPO,” ujar dia.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia