Asosiasi Petani Plasma Kelapas awit Indonesia (APPKSI) menyambut baik langkah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman yang akan mengkaji permintaan petani untuk mencabut pungutan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Sekretaris Jenderal APPKSI Arifin Nur Cahyono mengatakan, kedatangan APPKSI ke kantor Kemenko Maritim diterima oleh Sekretaris Menko Kemaritiman. Dalam pertemuan tersebut, APPKSI meminta pemerintah untuk menghapuskan pungutan ekspor CPO. Saat ini pungutan tersebut tengah dihentikan sementara, tapi rencananya kembali diberlakun pada 1 Juli mendatang.

“Kami diterima oleh sekretarisnya dengan Pak Luhut. Kami sampaikan bahwa kami menolak pemberlakuan kembali pungutan itu\’. Kalau bisa dihapus saja,” ujar dia di Jakarta kemarin.

Arifin menyatakan, alasan petani kelapa sawit menolak diberlakukan kembali pungutan tersebut karena berpotensi membuat harga kelapa sawit di tingkat petani anjlok. “Alasannya, jatuhnya harga tandan buah segar (TBS) sawit. Ini yang merasakan para petani plasma.

Pungutan ini juga tidak ada gunanya juga untuk petani plasma. Ini tidak sesuai dengan UU perkebunan dan rawan penyelewengan,” jelas dia.

Padahal, lanjut Arifin, saat ini harga TBS kelapa sawit sudah mulai merangkak naik. Meski kenaikan tersebut masih belum sesuai dengan harapan para petani. “Sekarang masih merangkak naik, belum stabil. Petani plasma belum sepenuhnya merasakan kenaikan. Jadi kalau itu diberlakukan, maka akan menekan harga lagi,” ungkap dia.

Menurut dia, pihak Kemenko Kemaritiman telah berjanji untuk mempelajari lebih jauh mengenai tuntutan para petani ini. Bahkan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan berjanji untuk kembali memanggil para petani guna membahas masalah ini.

“Pak Luhut berjanji akan concern masalah petani ini. Karena dari awal beliau sudah concern sekali. Dia berjanji untuk kembali memanggil kita dari petani, akan membuka mediasi. Namun, beliau harus mempelajari dulu masalahnya. Sejauh ini kami menunggu untuk diundang lagi,” pungkasnya.

 

Sumber: Harian Seputar Indonesia