Kebutuhan bahan baku untuk pengembangan bahan bakar nabati (BBN) berbasis sawit ini relatif cukup tersedia.

“Kami memperhitungkan bahwa untuk pengembangan program bahan bakar nabati berbasis sawit termasuk biodiesel dan green fuel sebagaimana yang ditargetkan pemerintah, kebutuhan sawit pada 2025 akan mencapai 24,44 juta ton. Angka tersebut hanya separuh dari proyeksi produksi CPO pada 2025 yang berkisar 55,28 juta ton,” kata Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Dono Boestami di Jakarta, Minggu (2/2).

Menurut Dono, luas lahan petani swadaya yang diprioritaskan untuk BBN berbasis sawit pada 2025 akan mencapai 3,16 juta hektare (ha). Sementara luas lahan petani swadaya mencapai 5,8 juta ha. Dengan program peremajaan sawit rak- yat yang sedang berlangsung saat ini, produktivitas petani diharapkan dapat meningkat sehingga dapat mendukung penyediaan bahan baku untuk program biodiesel dan green fuel.

“Karena sumber bahan ba-ku juga akan berasal dari perkebunan yang dikelola secara swadaya oleh petani rakyat, pengembangan program bahan bakar nabati berbasis sawit ini juga turut mendukung peningkatan kesejahteraan petani tersebut,” tegas Dono.

Namun, meskipun bahan baku sawit cukup tersedia serta telah tersedia teknologi yang dapat digunakan untuk konversi sawit menjadi green fuel, Dono mengatakan hal ini tidak dapat memberikan jaminan bahwa program green fuel da- pat terlaksana dengan mudah.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024, Pembangunan Energi Terbarukan Berbasis Kelapa Sawit menjadi salah satu proyek strategis nasional.

Penetapan Program Energi Terbarukan Berbasis Kelapa Sawit ditujukan untuk mendukung peningkatan porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional menuju 23% pada 2025.

BBN termasuk biodiesel maupun jenis bahan bakar nabati berbasis sawit lainnya seperti bio-hydrocarbon fuel atau green fuel merupakan bagian dari energi terbarukan tersebut.

Terkait hal ini, BPDPKS sebagai instrumen pemerintah dalam memfasilitasi pengembangan sektor Kelapa Sawit nasional, menyatakan kesiapannya untuk menjadi salah satu pelaksana dalam Proyek Stra- tegis Nasional Pembangunan Energi Terbarukan Berbasis Kelapa Sawit. Kesiapan BPDPKS ini termasuk dalam hal dukungan pendanaan, fasilitasi, riset, serta advokasi dan sosialiasi kebijakan.

Dono menyampaikan, pihaknya menyambut baik penunjukan BPDPKS sebagai salah satu pelaksana proyek strategis tersebut bersama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Perusahaan Swasta.

“Kami telah terlibat dalam pelaksanaan program pengembangan BBN berbasis sawit ini terutama dalam pelaksanaan program mandatori biodiesel sejak 2015 sampai tercapainya program B30 awal 2020 ini,” kata Dono.

Ia mengatakan, agar pelaksanaan program tersebut dapat berhasil, BPDPKS mengusul- kan sumber bahan baku untuk kebijakan tersebut sebaiknya difokuskan dari perkebunan sawit yang dikelola secara swadaya oleh petani rakyat. Hal ini agar dapat memberikan dukungan bagi pengurangan kemiskinan dan ketimpangan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Ia mengatakan, ekspansi Kelapa Sawit yang selama ini melibatkan petani rakyat telah terbukti memberikan dampak bagi pengurangan kemiskinan dan ketimpangan, terutama di wilayah-wilayah ekspansi kelapa sawit.

Menurut Dono, perlu penataan kebijakan yang tepat untuk memastikan keberhasilan kebijakan ini. Penataan kebijakan diperlukan karena program green fuel membutuhkan persiapan yang panjang, serta melibatkan berbagai pihak dari aspek hulu, produksi sampai pada tingkat konsumen.

 

Sumber Suara Pembaruan