JAKARTA – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) /Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menilai implementasi kebijakan biodiesel 20% (B20) harus selaras dengan perkembangan industri, terutama industri otomotif

“Dalam implementasinya, ini harus in-line dengan perkembangan di sektor perindustrian, terutama di industri otomotif atau mesin yang menggunakan diesel,” kata dia, di Kantor Bappenas, Jakarta, Rabu (8/8).

Bambang menuturkan, sebelum pemerintah menerapkan B20, beberapa tahun yang lalu pemerintah juga sudah menerapkan semacam aturan kepada industri otomotif atau mesin bahwa pada tahun tertentu mereka sudah harus bisa mengadopsi kombinasi 80% solar ditambah 20% CPO (crude palm oil).

“Karena kadang-kadang isu yang saya dengar ketika dicampur itu menambah biaya, mengurangi daya tahan ataupun mengurangai performa. Jadi, dari awal agar industri itu antisipatif terhadap keharusan untuk mencampur karena keharusan mencampur itu adalah wewenang pemerintah,” kata Bambang.

Kendati demikian, lanjut Bambang, pemerintah juga sebelumnya harus memberikan informasi kepada pelaku industri bahwa mereka juga diberikan waktu untuk menyesuaikan diri terhadap kebijakan B20 tersebut

“Jangan sampai pemerintah punya aturan, tapi industri tetap merasa ia tidak harus melakukan apa-apa. Justru pemerintah yang harus memberikan keleluasaan pada industri,” ujar Bambang seperti dilansir Antara.

Pemerintah memang akan mewajibkan seluruh kendaraan diesel untuk menggunakan bahari bakar biodiesel 20% (B20) sebagai bauran antara solar dengan minyak sawit pada akhir 2018. Langkah pemerintah untuk mewajibkan B20 tersebut dalam upaya menghemat devisa dan mengurangi impor bahari bakar minyak (BBM).

Sebelumnya B20 dalam konsumsi solar hanya diwajibkan kepada kendaraan bersubsidi atau PSO seperti kereta api.

Namun B20 akan wajib digunakan pada kendaraan non-PSO seperti alat-alat berat di sektor pertambangan, traktor atau ekskavator, termasuk juga diperluas ke kendaraan-kendaraan pribadi.

Selain itu, dampak positif lain yang akan diterima para pelaku usaha adalah, dengan meningkatnya permintaan dalam negeri, akan mendongkrak harga CPO di pasar internasional. Saat ini, harga minyak nabati di pasar internasional juga turun. Salah satu faktornya adalah perang dagang antara Amerika dan China.

Sepanjang Mei 2018, harga CPO global bergerak di kisaran USS 650-670 per metrik ton dengan harga rata-rata USS 653,6 per metrik ton. Harga rata-rata Mei menurun USS 8,6 dibandingkan harga rata-rata pada April 2018 yang sebesar USS 662,2 per metrik ton.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia