JAKARTA. Pemerintah menunda pungutan bea keluar ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya. Pertimbangannya, pemerintah tidak ingin membuat harga CPO dan turunannya kian tertekan.

Semula, kebijakan ini akan berlaku 1 Oktober 2019. Namun rencana tersebut mundur menjadi 1 Januari 2020.

Para produsen CPO menyambut positif kebijakan pemerintah tersebut. PTSinar Mas AgroResources and Technology Tbk(SMAR) menilai, penundaan pengenaan bea keluar CPO ini meringankan beban industri CPO. Sebab saat ini harga pasar CPO internasional tengah melemah dan berdampak pada korporasi serta petard.

Investor Relation Sinar Mas Agribusiness and Food Pinta S Chandra menilai, kebijakan tersebut akan memberikan dukungan terhadap harga buah sawit di Indonesia. Maklum, komposisi penjualan ekspor SMAR sebesar 40%-50% dari total penjualan. Per semester 1-2019, SMAR mencatatkan penjualan sebesar Rp 17,81 triliun.

PT Mahkota Group Tbk (MGRO) menilai, jika pungutan bea keluar tetap dilakukan seperti jadwal semula, maka harga CPO di level petani akan jatuh. “Karena pihak pengekspor CPO tentu akan menekan harga untuk mendapatkan keuntungan setelah dibebani bea keluar. Apalagi harga pasaran CPO sedang tertekan,” kata Elvi, Sekretaris Perusahaan MGRO.

Program B30

Meski begitu, pemberlakuan bea keluar CPO mulai 2020 bakal bertepatan dengan penerapan program campuran minyak nabati 30% ke bahan bakar minyak (BBM) jenis solar alias B30. Elvi berpendapat, pemberlakukan secara bersamaan justru positif. Pasalnya, B30 akan memacu pemakaian CPO dalam negeri, sehingga pengekspor tidak tergantung pasar ekspor.

PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) sudah bersiap menyambut program B30. Perusahaan ini akan menambah kapasitas pabrik biodiesel di Lampung dan diproyeksikan kelar di akhir 2020.

Saat ini, TBLA telah memiliki pabrik di Palembang, Sumatra Selatan dan Surabaya, Jawa Timur. Ekspansi TBLA akan menambah kapasitas pengolahan biodiesel 1.500 ton per hari. Sebelumnya, kapasitas total pabrik biodiesel TBLA cuma 1.000 ton per hari.

Wakil Direktur Utama TBLA Sudarmono Tasmin mengatakan, secara tahunan, produksi biodiesel TBLA akan bertambah dari 300.000 ton menjadi 750.000 ton. Permintaan dari dalam negeri menurut dia sudah terlihat. TBLA mengaku telah mendapat pesanan dari Pertamina, AKR dan Shell. Dari luar negeri, TBLA juga dapat permintaan dari China.

Sedang produsen bahan campuran biodiesel, fatty acid methyl ester (FAME)SMARbelum akan menambah kapasitas pabrik. DirekturSMARAgus Purnomo mengatakan, saat ini, produksi biodiesel hanya 6 juta-7 juta ton per tahun dari kapasitas terpasang secara industri sebesar 12 juta ton per tahun.

Penjualan FAME berkontribusi 15% terhadap total pendapatan SMAR. Seluruh FAME ini dn\’ual ke pasar dalam negeri. Untuk pasar internasional, SMAR menjual dalam bentuk CPO yang selanjutnya akan diolah menjadi biodiesel oleh pembelinya di luar negeri.

 

Sumber: Harian Kontan