JAKARTA. Beleid pemerintah tentang perluasan penggunaan bahan bakar nabati (BBN) 20% atau biodiesel 20 (B20) untuk semua jenis kendaraan mulai berefek positif bagi industri minyak kelapa sawit nasional. Ketentuan yang berlaku mulai September 2018 itu mulai mendongkrak permintaan minyak sawit mentah atau palm crude oil (B20), seirama peningkatan penggunaan B20 di pasar domestik.

Bahkan, tingkat pemakaian di pasar lokal pada September 2018 mencapai level tertinggi. Menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki), jumlah penggunaan minyak sawit mentah pada September mencapai 1,22 juta ton, naik 13,51% dibandingkan dengan Agustus.

Gapki berharap, perluasan mandatori B20 memperbesar penyerapan biodiesel produksi lokal. Penyerapan biodiesel pada September mencapai 402.000 ton, naik 39% dibandingkan dengan bulan sebelumnya hanya 290.000 ton.

Meski begitu, “Penyerapan (biodiesel) masih kecil, belum sesuai target akibat terkendala infrastruktur,” kata Mukti Sardjono, Direktur Eksekutif Gapki, dalam keterangan tertulis yang diterima KONTAN, Rabu (7/11).

Kendala itu antara lain titik penyebaran pengiriman bio-fuel sangat tersebar. Selain itu, belum terdapat tanki penimbunan yang memadai. Alhasil, dia menambahkan, realisasi purchase order (PO) Pertamina untuk pelaksanaan program mandatori B20 secara keseluruhan sampai pada September 2018 baru sebesar 74% dari target.

Pemerintah juga menyadari atas sejumlan kendala itu. Oleh karena itu, Menko Perekonomian Darmin Nasution menggelar rapat koordinasi berkali-kali guna mengatasi persoalan tersebut.

Darmin optimistis, berbagai persoalan itu bisa teratasi pada bulan kedua perluasan mandatory B20. “Oktober akan lancar, lebih efektif,” kata dia beberapa waktu lalu.

Ekspor tertekan 

Mukti menyatakan, pelaksanaan program B20 bisa menyelamatkan industri minyak sawit dalam negeri seirama kenaikan permintaan lokal.

“Diperkiraan sampai dengan akhir tahun 2018 penyerapan biodiesel di dalam negeri akan bertambah 940.000 ton dari target awal,” kata dia.

Dorongan program B20 ini ibarat penambal atas jebloknya pasar ekspor sawit, akibat permintaan maupun harga. Daya beli crude palm oil (CPO) negara pengimpor masih menunjukkan pelemahan pada September 2018. Alhasil ekspor minyak sawit Indonesia termasuk biodiesel dan oleo chemical tercatat menurun 3% atau dari 3,3 juta ton di bulan Agustus tergerus menjadi 3,2 juta ton September.

Mukti mencontohkan, permintaan dari India pada September 2018 turun 5% menjadi 779.440 ton. Penurunan ini akibat kenaikan bea masuk CPO di India yang naik tinggi.

Pada saat bersamaan, China, Pakistan, Amerika Serikat dan negara Timur Tengah juga mengurangi pembelian sawit dari Indonesia.

Celakanya, saat permintaan turun, harga rata-rata CPO pada September 2018 turun menjadi US$ 546,90 per metrik ton, terendah sejak Januari 2016. Tren ini berpeluang berlanjut seirama penurunan harga minyak nabati lain.

Selain seirama laju harga minyak nabati, menurut Direktur Garuda Berjangka, Ibrahim, harga CPO juga mengikuti harga minyak mentah di pasar dunia. Alhasil, CPO masih bisa turun lagi mengikuti harga minyak mentah di pasar global sepanjang bulan ini.

Harga CPO berpotensi naik menjelang akhir tahun. “Kebijakan B20 berpotensi mengatrol harga CPO,” kata Ibrahim. Kemarin, harga CPO di level US$ 507 per metrik ton. Prediksi Ibrahim, harga CPO di level US$ 577 per metrik ton di akhir tahun.

 

Sumber: Harian Kontan