Solar murni (BO) tidak lagi dijual di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) mulai 1 September 2018. Pemerintah menggantinya dengan bio solar 20 persen (B20). B20 merupakan campuran solar 80 persen dan minyak kelapa sawit 20 persen.

BEBERAPA hari setelah aturan resmi diberlakukan, sejumlah SPBU di Jakarta mulai menjual B20. Seperti, di SPBU Coco, Kuningan, Jakarta Selatan.

Di tempat ini terdapat 14 dispenser yang menjual berbagai macam jenis bahan bakar minyak (BBM). Mulai dari Bio Solar, Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo hingga Dexlite. Beberapa kendaraan berbagai jenis hilir mudik memasuki salah satu SPBU besar di kawasan elit ibu kota ini.

“Kami tak jual solar. Hanya bio solar,” ujar Indra, Kepala Pengawas SPBU Coco Kuningan, Jakarta Selatan, kemarin.

Kendati B 20 mulai dipasarkan sejak 1 September, tidak terlihat spanduk maupun papan informasi yang menginformasikan penggunaan BBM jenis baru di SPBU tersebut kepada pengguna kendaraan. Sehingga, tidak banyak kendaraan yang berhenti untuk mengisi BBM jenis baru itu. “Bio solar sudah ada sejak lama. Bedanya dengan sekarang, hanya kandungan cetane number dengan kandungan sulfur,” jelas Indra.

Di SPBU ini. setiap dispenser terdapat 8 nozzle yang berisikan berbagai macam BBM. Yang terbanyak Pertalite, hingga 30 nozzle. Pertamax 22 nozzle. Pertamax Turbo 10 nozzle, dexlite 12 nozzle dan paling sedikit bio solar, hanya 8 nozzle. “B20 yang baru dipasarkan sabtu lalu, menggunakan nozzle dan tangki bio solar yang sudah ada sebelumnya,” ujar Indra.

Berdasarkan pengamatan,dari 8 nozzle khusus bio solar yang tersedia, hanya sesekali terlihat mobil pribadi berhenti mengisi BBM jenis baru ini. Bilapun ada, hanya mobil lama Isuzu Panther. Sementara, kendaraan mewah yang bermesin diesel, lebih memilih menggunakan BBM jenis Dexlite yang mempunyai oktan lebih tinggi.

Pengguna kendaraan juga banyak yang belum mengetahui adanya kebijakan penggunaan BBM jenis tersebut. Pasalnya, tidak ada satupun informasi penggunaan B20 di SPBU tersebut.

“Saya belum tahu B20 dijual di sini. Kalau Bio Solar sudah lama ada,” ujar Helmi, salah satu pengguna kendaraan, kemarin.

Helmi mengaku sering menggunakan bio solar dibanding solar mumi karena membuat awet mesin. “Pokoknya kalau mengisi mobil pake bio solar, karena mesin jadi awet,” kata Helmi.

Namun, Helmi sedikit mengeluhkan tarikan bio solar yang tidak segarang solar. Hal tersebut terjadi, karena dia menduga, biosolar ada campuran minyak sawitnya atau CPO.” Jadi,daya tariknya tidak senyaman solar murni,” sebut dia.

Kendati demikian. Helmi mengatakan, biosolar B-20 mempunyai kelebihan yaitu, ramah lingkungan. “Kalau solar murni kurang ramah lingkungan,” tandasnya.

Menurut Kepala Pengawas SPBU Coco, Kuningan, Indra. B20 yang baru dipasarkan Pertamina mengandung cetane number 48 dengan kandungan sulfur 3.500 part per milion (ppm). “Kandungan hampir sama dengan Bio Solar yang telah ada sebelumnya,” ujar Indra tanpa merinci lebih jauh kandungan sebelumnya.

Bila ada pengguna kendaraan berjenis diesel yang menginginkan jenis BBM berkualitas. Indra menyarankan agar menggunakan Dexlite yang mempunyai cetane number 53 dengan kandungan sulfur minimal 1.200 ppm. “Tapi memang harganya lebih mahal, Rp 10.500/liter.

Kalau bio solar Rp 5.150/ liter karena bersubsidi,” ujarnya

Indra menuturkan, setiap hari pihaknya menjual 8 ribu liter bio solar, 24 ribu liter Pertalite, 15 ribu liter Pertamax. “Terbanyak yang dibeli masyarakat tetap Pertalite karena kami tak jual Premium,” jelasnya.

Indra menambahkan, mayoritas pembeli solar B20 adalah Bus Transjakarta. “Setiap hari tak kurang 30 Bus Transjakarta mengisi di SPBU ini,” kata dia.

Untuk satu bus, lanjutnya, bisa mencapai 150 liter Bio Solar. “Jadi, Bio Solar lebih banyak terjual ke Bus Transjakarta,” ujarnya.

 

Sumber: Rakyat Merdeka