Pengembangan energi ramah lingkungan di Indonesia tercatat terus berlanjut, utamanya pengembangan energi berbasis minyak nabati dari minyak sawit.
Sebelumnya penerapan campuran biodiesel sawit (FAME) ke minyak solar berbasis fosil sebanyak 20% atau tren disebut B20 dianggap telah berhasil. Bahkan dari produksi biodiesel sawit sepanjang tahun 2018 yang mencapai 6,167 juta Kl mampu terserap dengan baik, dimana penggunaan biodiesel sawit untuk domestik sebanyak 3,750 Juta Kl dan Ekspor sekitar 1,785 juta Kl.
Dikatakan Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Paulus Tjakrawan, pengembangan biodiesel sawit sepanjang 2018 tercatat telah mengurangi terlepasnya emisi. Lantaran biodiesel sawit diyakini menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca yang lebih kecil dari penggunaan solar, dan mengurangi polusi.
Pada sepanjang 2018 lalu kata Paulus, Biodiesel sawit Indonesia telah berhasil mengurangi emisi dari minyak solar sebesar 27% atau setara dengan ~10,58 Juta Ton CO2 Equivalent. “Biodiesel sawit terbukti lebih ramah lingkungan, disamping juga kini menjadi harapan untuk mengurangi ketergantungan impor bahan bakar,” kata Paulus kepada InfoSAWIT, Senin (22/7/2019) di Jakarta.
Pengurangan emisi tersebut sejalan dengan komitmen Indonesia yang telah menetapkan target pengurangan emisi dalam Nationally Determined Contributions UNFCCC sebanyak 26% di tahun 2020 dan sekitar 29% pada tahun 2030.
Sayangnya kata Paulus, target pengurangan emisi yang ditetapkan pada 2020 telah hampir dilupakan padahal waktunya tinggal sebentar lagi. Ini terjadi lantaran para pemegang kebijakan lebih memerhatikan komitmen pengurangan emisi di tahun 2030 yang waktunya masih cukup panjang.
Jika saja komitmen pengurangan emisi tersebut sesuai dengan target yang telah ditetapkan, maka potensi pengembangan serapan biodiesel sawit diharapkan akan berjalan dengan cepat. Dimana semenjak pertegahan Juni 2019 lalu, road test campuran biodiesel sawit ke minyak solar berbasis fosil sebanyak 30% (B30) telah dilakukan. Bahkan kabarnya saat ini akan dilakukan uji dingin, dimana campuran biodiesel itu akan dilakukan uji layak disaat kondisi dingin. Pengujian itu akan dilakukan di daerah Dieng, Jawa Tengah.
Selain membantu mengurangi emisi, biodiesel sawit juga menjadi harapan bagi terlepasnya ketergantungan Indonesia dalam mengimpor bahan bakar yang kerap menekan devisa negara.
“Mengurangi ketergantungan impor bahan bakar. Pemakaian bahan bakar di Indonesia sekitar 1,4 Juta Barel perhari, sedangkan Indonesia menghasilkan hanya 778 ribu barel perhari,” tandas Paulus.
Merujuk catatan dari Aprobi, pada tahun 2018, serapan Biodiesel sawit untuk domestik sebesar 3,75 Juta Kl atau setara dengan ~ 23,58 Juta Barel.
Sumber: Infosawit.com