KEBERADAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG KIAN MELUAS, MENJADI BAGIAN DARI PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL YANG TERUS BERTUMBUH. BERAWAL DARI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT, BERBAGAI POTENSI EKONOMI BISA DIDAMPUK, MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN YANG AKAN MENGHASILKAN PRODUK DAN NILAI TAMBAH. UTAMANYA, KEBERHASILAN DALAM MENGELOLA BIOMASSA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT.

Biomassa dari perkebunan kelapa sawit, memang masih terbilang kurang menarik untuk dilirik, kendati sudah ada beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit, yang sudah mulai menggunakannya sebagai bahan baku yang menghasilkan bio-energi. Seperti penggunaan cangkang sawit dan tandan kosong kelapa sawit(tkks).

Cangkang sawit dan tkks, memang sudah lama digunakan Pabrik Kelapa sawit (PKS) sebagai bahan bakar alternatif untuk bolier. Selain karena langkanya bahan bakar dari petroleum, pengelolaan biomassa kelapa sawit itu, memang tak lepas dari upaya bersama untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan akibat adanya perkebunan kelapa sawit.

Keberadaan biomassa sawit yang melimpah, juga menjadi peluang bagi sebagian pihak, yang melihat nilai tambah yang dimilikinya. Lantaran, masih memiliki nilai kalori yang berguna bagi bahan bakar alternatif, maka cangkang sawit dan tkks juga sangat potensial untuk dijadikan produk ekspor yang bermanfaat sebagai bio-energi.

Menurut berbagai hasil penelitian biomassa yang telah dipublikasikan, produksi minyak sawit mentah (CPO) secara langsung akan menghasilkan bahan baku biomassa yang sangat potensial untuk digunakan sebagai bio-energi. Besarnya peluang tersebut, tidak hanya dapat digunakan untuk kebutuhan internal perusahaan, melainkan dapat menjadi produk baru dan terbarukan.

Besarnya potensi pasar ekspor dan domestik, yang dimiliki biomassa sawit, memang menjadi bagian dukungan dari keberlanjutan minyak sawit. Dimana, industri minyaksawitakan mampii menjadi industri terbarukan dan ramah lingkungan, yang dikelola secara berkelanjutan. Sebab itu, berbagai kebutuhan industri penunjang, dapat selaras dengan pertumbuhan industri minyak sawit.

Kendati memiliki potensi besar sebagai bahan baku bio-energi, namun biomassa sawit masih sering dipandang sebelah mata. Sehingga, keberadaan biomassa sawit masih dianggap kurang memiliki nilai ekonomi untuk dikembangkan. Lantaran, keberadaan teknologi yang bisa digunakan masih dianggap “barang mahal” dan kurang menguntungkan secara komersil.

Di sisi lain, keberadaan biomassa sawit sudah mulai dilirik negara-negara maju, sebagai material bernilai tinggi yang dapat menghasilkan bio-energi. Namun, kesulitan besar juga menghadang, lantaran perusahaan perkebunan kelapa sawit Indonesia, sebagian besar, belum memiliki kebijakan perusahaan yang berfokus mengembangkan biomassa yang dimilikinya.

Bak dua sisi mata uang, keberlanjutan biomassa sawit kini juga sering menjadi pertanyaan banyak pihak, apakah sudah siap dikembangkan untuk mendukung perkebunan kelapa sawit? Atau masih harus menunggu lagi? Semoga segera berkembang.

REDAKSI

 

Sumber: Majalah Infosawit