JAKARTA-Badan Pengelola Dana Perkebunan kelapa sawit (BPDPKS) berkomitmen untuk memperkuat sektorkelapa sawitnasional melalui program peremajaan sawit rakyat (PSR). PSR yang dijalankan sudah menerapkan praktik Good Agricultural Practices (GAP) dan harus bisa memberikan manfaat kepada petani yang terlibat.

Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS Anwar Sunari mengatakan, PSR tidak hanya sebatas mengganti tanaman tua menjadi tanaman baru, tetapi melalui PSR produktivitas tanaman sawit rakyat juga lebih berdaya saing dan memberikan keuntungan. Manfaat lain dari PSR adalah pengaturan tata ruang perkebunan sawit lebih teratur. “Program PSR ini merupakan program unggulan dari BPDPKS. Kami fokus untuk jalankan program ini,” kata dia saat Fellowship Journalist and Training BPDPKS Batch II yang digelar secara daring, Kamis (22/10).

Pada pertengahan tahun ini, BPDPKS memutuskan untuk menaikkan dana bantuan kepada petani sawit yang terlibat dalam PSR, dari yang tadinya Rp 25 juta per hektare (ha) per petani menjadi Rp 30 juta per ha per petani. Penambahan dana bantuan ini merupakan bagian dari dana tambahan yang diterima BPDPKS dari pemerintah sebesar Rp 2,78 triliun. “Kami sangat concern terhadap PSR ini, dengan adanya penambahan dana bantuan banyak sekali petani yang berterima kasih dan membuat mereka semangat berproduksi,” ujar dia.

Dalam waktu tiga tahun ke depan, BPDPKS menargetkan peremajaan 500 ribu ha lahan berhasil diwujudkan melalui PSR. Jika kebun sawit sudah berevolusi maka secara tidak langsung akan memberikan dampak positif baik terhadap perekonomian, petani dan tentunya ekspor. Di sisi lain, sawit juga bisa mendukung ketahanan energi melalui pemanfaatan biodiesel, saat ini program B30 terus didorong pemerintah. “BPDPKS memang sengaja dibentuk untuk mendorong keberlanjutan sawit dan kami akan terus membuat terobosan-terobosan lain,” kata dia.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga pendamping dalam pelaksanaan program PSR, banyak usulan yang masuk ke BPDPKS, tenaga pendamping harus berasal dari sarjana di bidang sawit agar satu pemikiran dan bisa sehati dengan petani. Tenaga pendamping memang dibutuhkan untuk mengajarkan petani atau memberikan informasi terkait penanaman sawit yang berkelanjutan. “Semua masukan atau usulan diterima BPDPKS dan tidak menutup kemungkinan tenaga pendamping memang orang yang ahli,” papar dia.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia