Sebagai salah satu komoditas strategis nasional, sektor perkebunan kelapa sawit kerap mendapatkan tudingan dan isu negatif baik dari Amerika Serikat maupun Uni Eropa. Bahkan kabar terbaru datang dari Barzil, yang diperkirakan negeri Samba itu bakal pula menerapkan tarif impor minyak sawit sebesar 14%. Kendala perdagangan itu pada akhirnya berdampak pada performa industri kelapa sawit nasional. Terlebih harga minyak sawit masih loyo hingga saat ini.
Berdasarkan pandangan Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Dono Boestami, penurunan harga minyak sawit sejatinya telah dimulai semenjak 2012 lalu, namun BPDPKS baru berdiri di Juni 2015.
Lebih lanjut tutur Dono, keberadaan BPDPKS awalnya diharapkan bisa mendongkrak harga minyak sawit ke harga sebelumnya lewat beberapa instrumen, namun harga minyak sawit faktanya terus berfluktuatif. “Untuk harga saat ini kami menggunakan standar US$ 570/ton, namun demikian sebenaranya harga minyak sawit stabil diangka berapa?” katanya dalam acara Stakehoder Gathering BPDPKS yang dihadiri InfoSAWIT, Selasa (21/5/2019) di Jakarta.
Lebih lanjut tutur Dono, kesulitan pihaknya untuk menetapkan batas normal harga minyak sawit ditengarai akibat data luasan dan produksi kelapa sawit Indonesia masih beragam dan tidak ada data yang selaras diantara Kementerian dan lembaga.
Kondisi demikian membuat proyeksi luas lahan dan produksi menjadi tidak sesuai, celakanya bila data yang diambil salah, dikhawatirkan Dono, pemerintah justru akan mengambil kebijakan yang kurang tepat. Sebab itu pihak BPDPKS tidak menghendaki informasi data yang kurang sesuai.
Maka itu kata Dono, pihaknya akan bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk memperbaiki data kelapa sawit Indonesia. ”Target dari kerjasma ini supaya bisa mendata perkebunan kelapa sawit dengan tepat,” katanya.
Apalagi sampai saat ini data luasan dan produksi kelapa sawit belum ada yang sama sesuai lapangan. Kendati demikian pihak BPDPKS juga akan mensinergikan pendataan ini dengan Kementerian lain, misalnya saat ini sudah ada juga inisiatif pendataan perkebunan yang sedang dilakukan Kementerian Pertanian bekerjasama dengan Badan Informasi Geospastial (BIG) dan lembaga lainnya. “Data yang ada nanti akan diselaraskan,” tandas Dono.
Sumber: Infosawit.com