JAKARTA-Total dana yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan kelapa sawit (BPDKS) untuk tahun ini diperkirakan mencapai Rp 62,86 triliun, atau meningkat 54,83% dari realisasi 2020 yang sebesar Rp 40,59 triliun.

Peningkatan tersebut didorong oleh melonjaknya raihan dana pungutan ekspor (PE) sawit hingga 160,66%, yakni dari Rp 20,26 triliun pada 2020 menjadi Rp 52,82 triliun pada 2021, seiring membaiknya harga komoditas sawit di pasar internasional.

Dari total dana Rp 62,86 triliun tersebut, sebanyak Rp 55,20 triliun akan dibelanjakan atau dikembalikan ke industri sawit, di antaranya untuk program peremajaan sawit rakyat (PSR) Rp 5,57 triliun dan program insentif biodiesel Rp 49,11 triliun. Sedangkan pada 2020, BPDKS membelanjakan Rp 31,03 triliun dari total dana yang dikelola Rp 40,59 triliun, di antaranya untuk program PSR sebesar Rp 2,71 triliun dan program insentif biodiesel Rp 28,09 triliun. Dengan demikian, alokasi dana PSR tahun ini naik 105,50% dan dana biodiesel melonjak hingga 74,79%.

Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman menjelaskan, PSR dan insentif biodiesel masih menjadi program utama yang mendapat dukungan pembiayaan dari BPDPKS untuk tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya. Total dana yang telah disalurkan BPDPKS untuk program PSR sejak 2016 hingga akhir Maret 2021 telah mencapai Rp 5,93 triliun, sedangkan untuk program insentif biodiesel penyaluran dananya sejak 2015 hingga akhir 2020 telah menembus Rp 57,72 triliun. “Penyaluran dana tersebut telah sesuai Perpres No 61 Tahun 2015 jo Perpres No 66 Tahun 2018,” kata Eddy dalam rapat Panja Pengembangan Sawit Rakyat dengan Komisi IV DPR, Selasa (30/3).

Mengacu Perpres No 61 Tahun 2015 jo Perpres No 66 Tahun 2018 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, dana yang dihimpun BPDPKS akan disalurkan untuk program terkait kepentingan peremajaan sawit rakyat, pengembangan sumber daya manusia (SDM) perkebunan sawit rakyat, dan penyediaan sarana prasarana perkebunan sawit rakyat Lalu, program riset, penelitian, dan pengembangan yang terkait sawit, promosi sawit, dan mendukung pelaksananan program ba-han bakar nabati (BBN) dari sawit yang saat ini dikenal biodiesel yang tahun ini mencapai pencampuran 30% (B30). \’Targetnya, kinerja sektor sawit meningkat, stabilisasi harga tercapai, kesejahteraan petani membaik, dan industri sawit menuju berkelanjutan,” kata dia.

Dalam kesempatan itu, Eddy mengatakan, peran sektor sawit bagi perekonomian nasional sangatlah besar. Rata-rata produksi sawit per tahun kurang lebih 37,57 juta ton dan rata-rata nilai konsumsi untuk produksi sawit per tahunnya sekitar Rp 33,59 triliun. Rata-rata nilai ekspor sawit per tahun sebesar US$ 21,40 miliar atau rata-rata 14,19% per tahun dari total ekspor nonmigas. Kontribusi sawit terhadap penerimaan negara khususnya penerimaan pajak berkisar Rp 14-20 triliun per tahun. “Industri sawit juga memberikan lapangan pekerjaan cukup besar, tenaga kerja langsung kurang lebih 4,20 juta orang dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung. Di perkebunan kelapa sawit rakyat itu sendiri terdapat 2,40 juta petani swadaya yang menyelenggarakan perkebunan sawit rakyat dengan melibatkan 4,60 juta pekerja,” ungkap Eddy.

Program PSR

Sementara itu, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Kasdi Subagyono mengatakan, dari total luas perkebunan sawit nasional 16,38 juta hektare (ha), luas sawit rakyat mencapai 6,94 juta ha. Sedangkan potensi PSR seluas 2,78 juta ha yang terdiri atas plasma dan swadaya 2,27 juta ha, plasma dan PIR-BUN 0,14 juta ha, dan plasma PIR-TRANS/PIR-KKPA 0,17 juta ha. Potensi PSR utamanya ada di Sumatera dan Kalimantan. “Sejak 2019, pemerintah menetapkan target PSR secara nasional 180 ribu ha per tahun hingga 2022,” ungkap Kasdi.

Kasdi menjelaskan, implementasi program PSR tidak mudah terutama dalam proses clear and clean lahan sawit rakyat yang berada di dalam kawasan hutan. Untuk sawit rakyat dalam kawasan hutan diharapkan bisa terselesaikan dengan terbitnya UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP No 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan. Dalam PP No 23 Tahun 2021 disebutkan pola penyelesaian terkait sawit rakyat dalam kawasan hutan yakni bagi kebun sawit rakyat pada hutan konservasi, lindung, produksi dilakukan melalui kemitraan konservasi dan perubahan batas kawasan hutan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan, areal sawit yang terindikasi berada dalam kawasan hutan luasnya 3,30 juta ha.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia