JAKARTA, SAWIT INDONESIA – 89Bursa karbon di Indonesia telah dibuka dan diresmikan Presiden RI Joko Widodo pada tanggal 26 September 2023. Namun, Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menyayangkan beberapa hal yang tidak dilakukan pemerintah. Padahal, jika dilakukan, akan berdampak penurunan karbon secara signifikan di industri pengolahan kelapa sawit.

Plt. Ketua Umum DMSI Sahat Sinaga mengungkapkan beberapa Perusahaan sejatinya telah melakukan upaya penurunan emisi karbon. Di antaranya menjalankan “Circular Economy” yakni mencegah praktek pembusukan alami dari bio-mass yang menghasilkan Metana (CH4) tinggi. Diketahui, Metana merupakan salah satu gas rumah kaca sehingga keberadaannya di atmosfer mempengaruhi suhu bumi dan sistem iklim.

Kedua, banyak Perusahaan juga telah menjalankan “Methane Capture” yaitu menurunkan emisi karbon berkisar 30 -35 persen dari proses produksi crude palm oil (CPO), dengan cara memanfaatkannya menjadi tenaga listrik dan atau “Compressed Methane” sebagai bahan bakar. Ketiga, mengembangkan teknologi dari “wet-process” menjadi “dry-process” yang mampu menurunkan emisi karbon di industri pengolahan sawit sekitar 75-80 persen.

“Sayang sekali bahwa aktivitas 1-3) di atas ini tidak masuk perhitungan pemerintah dalam (sektor) penetapan Enhanced NDC per 23 September 2022 – yang mencakup 5 Sector. Padahal di sektor ini, perhitungan kami dari potensi penurunan emisi karbon di sektor perkebunan sawit bisa mencapai 70,6 juta ton CO2 eq/tahun,” ujar Sahat, Selasa (3/10/2023).

Dia juga menuturkan, jika hal itu dilakukan, tentunya akan menjadi benefit besar bagi industri sawit Indonesia, bila 1 ton nilai CO2 eq/ton = 15 USD , maka para pekebun sawit (termasuk petani) akan mampu meraup USD1,05 miliar/tahun dari trading Emisi GHG Reduction ini (Surplus SIE).

“Inilah yang sedang digarap oleh DMSI dan akan melakukan monitoring, dan bisa menggambarkan tetapan Base Line Emisi Karbon di Industri Sawit ini,” tutur Sahat.

Agar representatif datanya, lanjut dia, akan diterapkan evaluasi emisi karbon sawit ini di 5-6 lokasi yang berbeda di Indonesia. Selain itu, DMSI pun membentuk Team DMSI dan menggandeng beberapa ahli dalam hal monitoring emisi karbon yang berbasis pada Life Cycle Assesement (LCA) dengan pola pertimbangan aplikasi dari ISPO, RSPO dan ISCC untuk melakukan pengembangan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dari Industri Pengolahan Sawit, mulai dari hulu (Kebun Sawit ) dan Pengolahan TBS menjadi minyak Sawit.

“Kami telah melakukan presentasi/tukar pikiran dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan mendapatkan dukungan penuh, agar industri sawit itu segera melakukan evaluasi lapangan Action Plan on Climate Change in Supporting NDC of Rep. INA by Reducing GHG in Palm Oil Sector,” jelas Sahat.

Sebelumnya, bursa karbon di Indonesia telah dibuka dan diresmikan Presiden RI Joko Widodo pada tanggal 26 September 2023. Pembukaan bursa karbon tersebut merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden (Perpres) No. 98 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Peraturan Presiden tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (Permen LHK) No. 21 Tahun 2022 tentang Tatalaksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon. Sedangkan perdagangan karbon melalui bursa karbon diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE-OJK) No. 12/SEOJK.04/2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon.

Penulis : Indra Gunawan

 

sumber: Bursa Karbon Dibuka, Ini Catatan Dewan Minyak Sawit Indonesia – Majalah Sawit Indonesia Online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *