InfoSAWIT, JAKARTA – Jamur ganoderma sp, telah menjadi musabab terjadinya serangan penyakit busuk pangkal batang, penyakit ini telah menyebabkan kematian ratusan pohon kelapa sawit di beberapa perkebunan kelapa sawit Indonesia hingga 80% atau lebih dari populasi kelapa sawit.

Kejadian ini berdampak pada penurunan hasil produksi kelapa sawit per satuan luas. Kejadian ini tentu saja akan sangat merugikan petani, perkebunan, dan industri kelapa sawit apabila tidak segera diatasi. Secara nasional, tingkat serangan penyakit ini begitu besar terutama pada beberapa kebun sawit dengan tanaman generasi 3 dan 4, yakni bisa mencapai 20%. Akibat kerusakan ini, diperkirakan menyebabkan kerugian mencapai lebih dari Rp 40 trilyun setiap tahun (Priwiratama et al., 2014)

Langkah yang pernah dilakukan untuk mengatasi permasalahan pertumbuhan penyakit dari jamur Ganoderma sp. ini di antaranya adalah pengaplikasian berbagai macam bahan kimia untuk memusnahkan jamur pada area akar.

Hanya saja, pengaplikasian fungisida secara konvensional dinilai kurang efektif dan efisien baik dari segi waktu, tenaga maupun lingkungan. Penyemprotan fungisida secara manual akan memakan waktu dan tenaga yang cukup besar. Menurut Khorunisa dan Kurniawati (2019), petani sawit akan lebih beresiko terkena dampak berbahaya dari cairan kimia apabila terhirup atau terkena kulit secara langsung. Dampak terburuk yang ditimbulkan akibat penggunaan bahan kimia adalah residu kimia yang sulit terurai sehingga akan mengganggu keseimbangan ekosistem.

Berdasarkan kendala tersebut, Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB), Muhammad Fauzi Romadhon, Alifia Al-Zahra, Shafiyyah Ramadhani Arafa, Sendy Prasetyo, dan Fa’iz Mubarok Fadhlullah dengan bimbingan dari Mochammad Roviq, melakukan pengembangan alat pembantu untuk penanganan jamur Ganoderma sp. di perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Tim menyusun sebuah alat pembantu yang bernama Plant Protection Drone.

Drone ini dilengkapi dengan sistem penyemprot dan sistem kerja berbasis Internet of Things (IoT) dan yang dibuat secara khusus sehingga bisa digunakan pada perkebunan kelapa sawit. Sistem penyemprot pada Plant Protection Drone berbeda dengan sistem penyemprot pada drone pertanian umumnya. Sistem penyemprot Plant Protection Drone dibuat khusus sehingga dapat menyemprot lurus ke target yang berupa pohon kelapa sawit secara langsung. Sistem IoT pada Plant Protection Drone terdiri dari:

1. Plant Protection Drone dilengkapi dengan fitur autopilot yang diatur dengan menggunakan laptop sehingga drone bisa kembali ke posisi awal/titik terbang apabila diluar jangkauan dan bisa mendarat darurat apabila baterai habis.

2. Plant Protection Drone dilengkapi dengan fitur alarm yang akan memberitahu pengguna tentang kondisi baterai. Apabila baterai mencapai titik tertentu maka akan muncul pemberitahuan di remote dan muncul suara peringatan melalui drone.

3. Plant Protection Drone dilengkapi dengan telemetri yang memungkinkan drone untuk mengatur GPS melalui tablet untuk menentukan dan mengetahui jalur terbang drone

 

4. Plant Protection Drone dilengkapi dengan fitur pengatur semprot yang memungkinkan pengguna untuk mengarahkan arah semprotan dan mengatur kekuatan semprot.

Plant Protection Drone memiliki dimensi 55x55x55 cm, dengan 4 buah rotor yang dapat mengangkat beban maksimal sebesar 4,8 kg. Plant Protection Drone dapat menjangkau luas 3000 meter dan ketinggian terbang maksimal 120 meter. Alat ini juga dapat terbang dengan kecepatan dua maksimal, untuk mode manual dengan kecepatan maksimal 30 m/s sedangkan untuk mode Global Positioning System (GPS) dengan kecepatan maksimal 20 m/s.

Sementara untuk sistem penyemprotnya memiliki kapasitas tangki pestisida sebesar 1,35 liter, kecepatan semprot maksimal 2,5 liter/ menit, dan jangkauan penyemprotan sebesar 4 meter. Untuk suplai dayanya menggunakan baterai Lipo dengan kapasitas 6200 mAh yang akan memberikan lama waktu terbang tanpa muatan selama 22 menit dan dengan muatan penuh selama 12 menit. 10 menit dengan muatan.

Tim akan terus mengembangkan Plant Protection Drone sehingga hasil yang diharapkan sesuai dan dapat segera dikomersilkan kepada publik. “Rencana kedepannya kami akan menyempurnakan sistem penyemprot dan IoT sehingga lebih cocok dan lebih mudah digunakan di berbagai kondisi yang berada di perkebunan kelapa sawit. Tim berencana akan menambahkan berbagai macam sensor, termasuk sensor jarak sehingga Plant Protection Drone tidak akan bertabrakan dengan pohon kelapa sawit jika dikendalikan dengan mode otomatis/GPS,” tutur Muhammad Fauzi Romadhon, mewakili timnya, kepada InfoSAWIT, belum lama ini.

Lebih lanjut tutur Muhammad Fauzi, Plant Protection Drone akan terus ditingkatkan daya angkutnya sehingga kapasitas sistem penyemprot dapat ditingkatkan dan menjadi lebih efisien. Sistem penyemprot akan kami kembangkan sehingga menjadi multifungsi, tidak hanya menyemprotkan secara lurus akan tetapi bisa digunakan untuk metode penyemprotan sesuai dengan tujuan penyemprotan.

 

Kedepan Plant Protection Drone tidak hanya dapat digunakan untuk penanganan dan pengendalian jamur Ganoderma sp. akan tetapi dapat digunakan sebagai alat pembantu pemupukan kelapa sawit, dan mencegah serta mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).

Diharapkan inovasi ini hadir untuk membantu petani, perkebunan, dan industri kelapa sawit sebagai alat pembantu dalam penanganan dan pengendalian jamur Ganoderma sp., pemupukan kelapa sawit, dan mencegah serta mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).

“Sehingga Plant Protection Drone dapat mengurangi pengeluaran dan kerugian yang diakibatkan. Petani akan terhindar dari dampak negatif penggunaan pestisida kimia yang dilakukan secara konvensional/manual. Drone ini diharapkan dapat meminimalkan penggunaan bahan kimia sehingga keseimbangan ekosistem dapat terjaga,” catat Muhammad Fauzi.

Dalam pegembangan Inovasi drone ini, kata Muhammad Fauzi, tim nya memperoleh bantuan pendanaan dari Kemdikbudristek dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC) dan akan mengikuti seleksi PIMNAS ke-34. (T2)

 

Sumber: Infosawit.com