Menghadapi tantangan perdagangan industri kelapa sawit secara global, Indonesia dan Malaysia mengambil sejumlah langkah strategis guna mendongkrak harga komoditas itu.

Saat ini, situasi pasar kelasawit menghadapi tantangan berupa penurunan harga crude palm oil (CPO) dalam pasar global sekaligus isu keberlanjutan yang membuat produk CPO sulit mendapatkan akses masuk ke negara utama tujuan ekspor,” kata Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam Ministerial Meeting Council of palm oil Producing Countries (CPOPC) kelima, di Putrajaya, Malaysia, pekan lalu, Darmin percaya pertemuan itu menjadi penting bagi CPOPC untuk memainkan peran sebagai forum negara penghasil kelapa sawit untuk mengkoordinasikan langkah-langkah untuk mengatasi tantangan tersebut.

Dalam pertemuan ini, CPOPC menetapkan Malaysia secara resmi sebagai Chairman CPOPC terhitung mulai 1 Januari 2019 menggantikan Indonesia yang diserahterimakan langsung dari Menko Perekonomian Darmin Nasution kepada Menteri Industri Utama YB Teresa Kok.

Selain itu, CPOPC juga memutuskan beberapa langkah strategis dalam mempertahankan daya tawar ditengah tantangan pasar global, antara lain program keberpihakan terhadap petani, penetapan Kolombia sebagai negara anggota CPOPC, penguatan mandatori biodiesel, dan strategi untuk mengatasi kampanye hitam di pasar global.

Pertama, CPOPC berkomitmen untuk mendorong keberpihakan terhadap petani kelapa sawit yang berkontribusi besar dalam capaian produksi global. Kedua negara memprioritaskan pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan petani melalui peningkatan implementasi Good Agricultural Practices (GAP) dan program peremajaan sawit. Tidak hanya itu, keduanya juga berkomitmen untuk mengadakan Buiness and Smallholders Forum pada tahun 2019 mendatang,” papar Darmin.

Selanjutnya, untuk memperkuat kerja sama dengan negara penghasil kelapa sawit lain, CPOPC menetapkan Kolombia sebagai anggota dari CPOPC. Menurut Menko, penetapan Kolombia sebagai anggota CPOPC ini mempertimbangkan posisi Kolombia sebagai salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di Benua Amerika. Penetapan kolombia itu diharapkan dapat menghasilkan kerjasama strategis untuk mempromosikan kepentingan industri kelapa sawit-dalam ekonomi global.

“Sangat penting bagi CPOPC untuk memperluas keanggotan-nya guna memperkuat posisi daya tawar sekaligus kerjasama dengan negara produsen kelapa sawit lainnya” tambah Darmin.

Kedua negara juga menyepakati pentingnya konsolidasi program mandatori biodiesel di seluruh negara anggota sekaligus mendorong penggunaan biodiesel ke negara-negara pengguna kelapa sawit.

Adapun, untuk mengatasi kampanye hitam terhadap produk kelapa sawit yang cukup diskriminatif bagi negara penghasil kelapa sawit, CPOPC mengambil beberapa langkah strategis, antara lain Negara anggota CPOPC tidak akan berpartisipasi dalam workshop terkait Indirect Land Use Change (ILUC) yang merupakan bagian dari European Unions renewable energyDirective II (RED II) karena dinilai sangat diskriminatif terhadap produk kelapa sawit di pasar Uni Eropa.

CPOPC juga akan terus mengadopsi prinsip-prinsip Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai salah satu pendorong komitmen keberlanjutan yang lebih baik di industri kelapa sawit guna menyeimbangkan keuntungan ekonomi dan sosial dengan lingkungan.

 

Sumber: Tabloid AgroIndonesia