Sektor kelapa sawit Indonesia kerap menjadi korban kampanye hitam dari pesaing minyak nabati lain di pasar dunia. Menghadapi kampanye hitam tersebut, pemerintah meminta keterlibatan seluruh pihak demi memperbaiki citra industri kelapa sawit Indonesia di dunia. Keterlibatan perlu datang dari pengusaha dan petani kelapa sawit, masyarakat dan pemerintah daerah.

Hal itu disampaikan oleh Darmin Nasution Menteri Koordinator Bidang perekonomian saat membuka Indonesian Palm Oil Conference (IPOC), di Nusa Dua Bali, pada 2 November 2017. Konferensi tahunan ke-13 ini dihadiri lebih 1.300  peserta dari 23 negara.  Menko Darmin menjelaskan bahwa pemerintah merasa perlu memperjuangkan sawit di kancah internasional melalui pelaksanaan tiga kebijakan strategis untuk memperkuat pengelolaan perkebunan sawit.

Tiga kebijakan itu adalah peremajaan kebun kelapa sawit (replanting), percepatan pelaksanaan standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan penyelesaian legalitas tanah. “Kita perlu perkuat dan percepat pelaksanaan ISPO, standar kelapa sawit Indonesia. Saat ini juga pemerintah telah keluarkan aturan untuk selesaikan konflik pertanahan,” ujar Darmin.

Dengan perbaikan di tiga program itu, ia percaya bahwa dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia bisa mengubah wajah perkebunan kelapa sawit lebih baik. Tahap selanjutnya, Indonesia bisa menghadapi dinamika dan persaingan perdagangan di dunia internasional.

Menurutnya, replanting merupakan kunci peningkatan produktivitas perkebunan sawit milik rakyat. Pasalnya, sebagian besar perkebunan rakyat telah berusia tua serta kurang produktif karena penggunaan benih palsu atau tidak berkualitas. Apabila kondisi ini dibiarkan secara terus-menerus, maka akan ditakutkan produktivitas sawit nasional berkurang drastis.

Berdasarkan survei di wilayah Sumatera, ditemukan bahwa sebagian perkebunan rakyat yang berusia nol hingga sembilan tahun menggunakan benih tidak bermutu karena dinilai terlalu mahal. Mereka akhirnya, lebih memilih benih yang murah meskipun kualitasnya rendah. “Banyak petani menggunakan bibit asalan karena keterbatasan modal sehingga produktivitas CPO perkebunan rakyat di bawah potensi,” ungkapnya.

 

Sumber: Sawitindonesia.com