Pemerintah diminta menyelesaikan persoalan data untuk membenahi tata kelola sawit. Dukungan lain adalah harmonisasi regulasi di tingkat kementerian.

Hal itu, diungkapkan Asisten Deputi Tata Kelola Kehutanan Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Perekonomian, Prabianto Mukti Wibowo, saat acara diksusi, pada Kamis (10 Oktober 2019), di Jakarta.

Menurutnya, selama setahun terakhir pihaknya dalam menjalankan Inpres No.8/2018 sudah lari kencang tetapi memang jarak larinya jauh, jadi memang jarak tempuhnya baru setengahnya. “Setelah terbitnya Inpres, Kementerian Koordinator Bidang Perokonomian telah mengambil langkah-langkah dengan melakukan koordinasi antar kementerian dan lembaga dalam rangka menyusun database kebun sawit nasional, karena tanpa ada database, single data yang akurat mengenai kebun sawit nasional sulit bagi kita untuk memperbaiki tata kelola,” ujar Prabianto.

Selanjutnya, kata Prabianto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memberikan arahan untuk menyusun peta tutupan sawit nasional yang kini telah selesai dilakukan selama setahun terakhir. Peta tutupan sawit nasional didapatkan dari hasil rekonsiliasi atas data-data spasial sawit yang dimiliki oleh Kementerian terkait dan beberapa sumber lain. Peta tutupan sawit nasional akan terus ditindaklanjuti dengan mengidentifikasi berdasarkan perizinannya.

“Dari pekerjaan ini kita telah dapat mengidentifikasi sekitar 16,38 juta hektar tutupan sawit nasional,” tambah Prabianto

Selain itu, pemerintah (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) juga melakukan penundaan izin baru atas permohonan pelepasan ataupun tukar menukar kawasan hutan untuk kebun sawit. KLHK juga mengevaluasi izin pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan yang selama ini telah diberikan untuk kebun sawit. Dan, melakukan penundaan permohonan perkebunan sawit seluas sekitar 1,6 juta hektare yang terdiri dari, 17 ribu hektare permohonan baru.

Selanjutnya, Prabianto menambahkan seluas 1,5 juta hektar permohonan yang belum ada persetujuan prinsip tetapi kondisi hutannya masih sangat produktif atau tutupan hutan masih baik, dan 168 ribu hektare permohonan sudah ada persetujuan prinsip tapi belum ditata batas dan kondisi hutannya masih produktif.

Sementara, berdasarkan evaluasi yang dilakukan KLHK, terdapat sekitar 5,8 juta hektare izin pelepasan yang telah diberikan. Dari jumlah tersebut, yang masih belum dikerjakan sekitar 1,5 juta hektare. Dan, ada ijin kawasan yang sudah dilepas tetapi tutupan hutannya masih sangat produktif seluas 1,4 juta hektare.

“Ini adalah objek evaluasi KLHK karena dalam Inpres Moratorium diperintahkan apabila izin-izin pelepasan yang sudah dikeluarkan tetapi belum dikerjakan atau dimanfaatkan, perlu dievaluasi,” pungkasnya.

Berdasarkan hasil evaluasi, Menteri Koordinator Perekonomian dalam rapat koordiinasi dengan Menteri terkait bisa menetapkan sebagai tanah negara dan bisa dikembalikan sebagai kawasan hutan atau sebagai tanah objek reforma agrarian (TORA).

“Di luar 5,8 juta hektare yang sudah dilepas dan diberikan izin oleh KLHK masih ada 3,1 juta hektare kebun sawit yang berada di dalam kawasan hutan yang belum mendapatkan izin dari KLHK. Dengan luas lahan yang cukup besar, dibutuhkan waktu dan sejumlah proses untuk menyelesaikan persoalan ini. Jadi, disini nanti ada link and match antara program Moratorium dan program TORA dalam rangka kepemilikan lahan,” tegas Prabianto.

Lebih lanjut, Prabianto mengatakan untuk menyelesaikan lahan 3,1 juta hektar memang butuh waktu. Dan, perlu berdiskusi dengan pakar hukum yang sangat beragam pendapatnya karena harus melihat secara historis perubahan regulasi yang dikeluarkan pemerintah karena pada saat itu seseorang memungkinkan untuk membangun kebun.

 

Sumber: Sawitindonesia.com