Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) menyebutkan kenaikan tarif impor biodiesel di Amerika Serikat berpotensi menekan ekspor . Pernyataan ini menyikapi keputusan Departemen Perdagangan Amerika Serikat yang menerapkan pemberlakuan bea masuk anti-subsidi kepada biodiesel Indonesia dan Argentina.

“Penerapan bea masuk akan memberatkan produsen atau eksportir biodiesel Indonesia. Apabila pengenaan bea masuk tersebut pada gilirannya tidak memberi keuntungan maka akan mengurangi ekspor ke AS,” kata MP Tumanggor, Ketua Umum APROBI, melalui pesan singkat.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan bahwa bahwa pihaknya akan mengumpulkan pelaku usaha khususnya sawit untuk mendapatkan masukan.
“Kami akan menyampaikan keberatan dan membahas dengan pelaku usaha,” kata Enggartiasto.

MP Tumanggor mengeluhkan kalau tarif bea masuk di Amerika Serikat tetap berlaku dikhawatirkan produsen berhenti mengirimkan biodiesel ke negara tersebut.

Tarif bea masuk anti-subsidi biodiesel sementara untuk Wilmar International Ltd sebesar 41,06 persen, PT Musim Mas mencapai 68,28 persen dan perusahaan lain yang mengekspor ke Amerika Serikat sebesar 44,92 persen.

Sementara itu untuk perusahaan Argentina, bea masuk anti-subsidi dikenakan kepada LDC Argentina S.A. sebesar 50,29 persen, Vicentin S.A.I.C. mencapai 64,17 persen dan lainnya 57,01 persen.

Departemen Perdagangan Amerika Serikat akan menerbitkan keputusan final pada 7 November 2017 dan kemungkinan dapat diperpanjang, dimana besaran bea masuk anti-subsidi bisa berubah kembali.

 

Sumber: Sawitindonesia.com