Merdeka.com – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Teten Masduki mengatakan minyak makan merah produksi Indonesia layak konsumsi meski dijual dengan harga murah. Bahkan, Teten mengatakan bahwa minyak makan merah Indonesia telah teruji lebih sehat dibanding minyak merah Malaysia.

“Bahkan dengan teknologi yang dikembangkan untuk minyak makan merah ini teruji lebih sehat dari minyak sawit merah yang beredar di Malaysia,” ujar Teten kepada Merdeka.com, Selasa (18/10).

Teten menuturkan, uji kelayakan minyak makan merah produksi Indonesia telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Dari hasil uji tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa minyak makan merah lebih sehat dari minyak makan komersil karena mempertahankan fito-nutrient seperti Vitamin A, Vitamim E dan Squalene, serta dapat mengatasi gizi buruk atau stunting pada anak.

Lagi pula, faktor penyebab harga minyak makan merah menjadi kompetitif karena dikelola oleh koperasi secara closed loop economy system, terintegrasi dalam satu ekosistem.

“Sehingga jarak antara kebun, pabrik CPO dan pabrik minyak makan merah lebih berdekatan dan mengakibatkan pengelolaan yang lebih efisien,” jelasnya.

“Teknologi khusus yang telah dikembangkan oleh PPKS, dengan teknologi yang sederhana tetapi kualitas produk atau fito-nutrien yang terjaga,” sambungnya.

Produksi Lebih Mahal

Dikonfirmasi secara terpisah, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Goreng Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat M Sinaga mengatakan produksi harga minyak makan merah atau dikenal dengan minyak merah, lebih mahal dibandingkan minyak goreng biasa. Hal ini dikarenakan nutrisi alami pada minyak merah tetap utuh.

Sahat mengatakan, saat masih berada di satu perusahaan nasional, pernah memproduksi minyak merah pada 1997. Namun, krisis moneter pada 1998 menyebabkan masyarakat tak ada lagi ada yang membeli minyak goreng bervitamin karena harga tinggi. Produksi pun berhenti.

“Saat itu kami menggunakan teknologi yang mahal, molecular distillation, untuk dapat menjaga vitamin alaminya tetap berada di dalam minyak sawitnya,” ujar Sahat kepada merdeka.com, Kamis (13/10).

Pada 1997, saat perusahaan tempat Sahat bekerja masih memproduksi minyak merah, tim juga melakukan penelitian pasar dan pola penggorengan yang dikerjakan oleh Institut Pertanian Bogor.

Hasil dari penelitian menunjukan, nutrisi alami yang ada di minyak, bila dipanaskan di atas 120 derajat celcius untuk menggoreng, hanya sedikit yang masuk ke dalam makanan atau gorengan.

“Kebanyakannya nutrisi alami itu menguap ke udara,” ungkapnya.