Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun mengatakan untuk membuka akses ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke India memang membutuhkan perlakukan khusus. Pendekatan ini harus dilakukan lebih agresif, baik oleh pemerintah maupun pelaku industri sendiri agar bea masuk CPO dari Indonesia bisa diturunkan.
“Kami promosikan kepada importir di India kalau dari segi legalitas dan standar keberlanjutan, produk kita jauh lebih baik dibandingkan dengan negara lain. Jadi kita melobi pemerintah India dari dalam dan luar sekaligus,” kata Derom Bangun di Jakarta pekan ini.
Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) aktif melakukan pendekatan pada sejumlah asosiasi importir CPO di India. Asosiasi itu a.l. Solvent Extractors Association (SEA) India, dan Solidaridad Network Asia Limited (SNAL).
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, fenomena melonjaknya impor produk olahan CPO dari Malaysia, yang berdampak kepada rencana pengenaan pajak pertambahan nilai membuat pangsa pasar ekspor produk olahan dari Indonesia menyusut.
Kebijakan pengenaan pajak 10 persen itu merupakan akal-akalan India untuk tetap menjaga industri minyak nabati domestik dari serbuan produk impor asal Indonesia dan Malaysia.
“Jadi, meskipun nanti bea masuk produk olahan CPO kita turun, jatuhnya harga jual ke konsumennya akan tetap mahal. Mau tidak mau, konsumen di negara itu akan beralih ke komoditas lain seperti minyak kedelai,” katanya.
Untuk itu, dia mendesak Pemerintah Indonesia melakukan pendekatan yang lebih agresif kepada pemerintah India. Dia mendukung upaya DMSI untuk melakukan pendekatan dari sisi konsumen dalam negeri India, demi meningkatkan tekanan kepada Mumbai agar bersedia menurunkan bea masuk produk olahan CPO.
Sumber: Globalplanet.news