Pemerintah pusat mengakui tidak bisa mengintervensi harga tandan buah segar (TBS) yang saat ini seperti terjun bebas, anjlok, terutama di kalangan petani sawit swadaya. Pemerintah pun mengaku tidak bisa menggunakan kebijakan harga TBS disubsidi untuk mendongkrak penjualan TBS petani swadaya.

Hal itu diungkapkan Deputi bidang Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Perekonomian Ir Musdhalifah Machmud MT kepada sejumlah wartawan di sela-sela pelaksanaan seminar “The 6th International Oil Palm Conference (IOPC 2018) yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Hotel Santika Medan, Selasa (17/7).

IOPC 2018 sendiri bertemakan Smoothing the Market Disequilibria, mengangkat isu, fakta dan ketidakseimbangan pasar (disequilibria) kelapa sawit di pasar internasional.

Pelaksanaan IOPC diharapkan mampu membuat semua pihak melihat kondisi terkini terkait ketidakseimbangan dan ketidakpastian harga minyak sawit serta menyikapi kampanye negatif yang semakin gencar.  Saat wawancara itu, Musdhalifah didampingi oleh Direktur PPKS Dr Hasril Hasan Siregar, Peneliti Senior PPKS Dr Soeroso Rahutomo, dan Direktur Utama Riset Perkebunan Nusantara (RPN) Dr Teguh Wahyudi M.Eng.

Sebab, kata Musdhalifah, penurunan harga TBS saat ini merupakan imbas dari perang dagang antara China melawan Amerika Serikat, kampanye negatif NGO antisawit, baik yang berasal dari Indonesia sendiri atau pun dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.

Selain itu, kata Musdhalifah, ada juga tekanan dari Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa terhadap sawit Indonesia sekaligus melindungi penjualan minyak nabati nonsawit mereka. “Dan, minyak nabati nonsawit yang menjadi andalan negara-negara di Uni Eropa juga mengalami penurunan,” papar Musdhalifah.
Direktur PPKS Dr Hasril Hasan Siregar menambahkan, ada anomali dalam perdagangan minyak sawit yang dialami Indonesia dan sejumlah negara produsen sawit.

“Biasanya kalau kurs Dollar Amerika menguat seperti sekarang ini, biasanya penjualan CPO kita terdongkrak. Tetapi ini justru tidak terjadi, malah terjadi penurunan harga. Terjadi anomali di sini,” kata Hasril menambahkan.

Dongkrak Pemakaian B30
Untuk mengatasi tekanan harga CPO di pasar internasional dan penjualan TBS di kalangan petani sawit swadaya di masa depan, Musdhalifah memaparkan pemerintah saat ini sedang mengkaji kemungkinan peningkatan penggunaan biodiesel dari selama ini B5, lalu menjadi B20 di tahun ini, B30 di tahun depan, hingga B100 di masa depan.

Menurut Musdhalifah, ini adalah salahsatu cara pemerintah untuk meningkatkan penggunaan CPO di dalam negeri dengan menguatkan pasar domestik. Jadi, kata Musdhalifah, ke depan, jika selama ini penggunaan B5 dan kini B20 hanya untuk industri yang PSO (public service obligation), akan ditekankan juga untuk industri yang non-PSO.

Jika itu terlaksana, Musdhalifah memprediksi serapan CPO di dalam negeri akan bertambah 1-1,5 juta kiloliter.
Bahkan kita sedang melakukan kajian B30 yang diperkirakan akan selesai akhir tahun ini. Bila B20 seluruhnya berhasil dengan baik maka B30 akan dilaksanakan. Bahkan kajian B100 ditingkat internasional sudah ada hanya terbentur masalah harga yang tinggi, katanya.

Ia juga mengungkapkan, saat ini pemerintah sedang menyiapkan upaya lain dalam penggunaan bahan bakar nabati asal sawit 100% untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang dikelola PLN.

Kata dia, PLTD yang hendak dibangun atau direvitalisasi, bila dihitung, memiliki kemampuan menghasilkan listrik hingga 6000 MW dengan menggunakan minyak sawit sebagai bahan bakarnya.

Ia tidak tahu persis di mana lokasi PLTD yang akan dibangun dan direvitalisasi. Tetapi pihaknya sudah mengkaji, kemungkinan tambahan serapan CPO untuk kebutuhan PLTD ini mencapai 3 juta kiloliter.

Kemudian, sambung Musdalifah, pemerintah terus mencari pasar baru untuk lebih banyak menyerap minyak sawit, di luar pasar tradisional CPO Indonesia selama ini.

Ia mencontohkan Pakistan, Bangladesh, dan Srilanka yang permintaan untuk CPO Indonesia terus naik. Bahkan, tambah Musdhalifah, kebijakan pemerintah Tiongkok yang menerapkan program B5 untuk pasar dalam negeri membuat penjualan CPO Indonesia mulai terdongkrak dan diprediksi jumlahnya akan meningkat, sehingga diharapkan ini dapat membuat harga TBS petani, termasuk petani sawit swadaya, meningkat.(hendrik hutabarat)

 

Sumber: Medanbisnisdaily.com