Tim peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) yang terdiri dari empat orang berhasil memanfaatkan limbah kelapa sawit untuk menciptakan superkapasitor mobil listrik.

Keempat peneliti tersebut adalah Dr Tirto Prakoso ST M Eng, Dr Ir Isdiriayani, Hary Devianto ST M.Eng, PhD dan Dr Eng Pramujo Widiatmoko ST MT.

Tirto Prakoso, dalam siaran pers Direktorat Humas dan Publikasi ITB, Minggu, mengatakan, sejauh ini superkapasitor komersial yang dijual secara luas masih menggunakan basis logam-logam mulia sehingga harganya tinggi.

Ia mengatakan Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan luas area perkebunan mencapai 11 juta hektare dan tidak mengherankan jika Indonesia pun menduduki peringkat pertama dunia sebagai negara pengekspor minyak kelapa sawit terbesar.

Dengan angka produksi minyak kelapa sawit yang fantastis, industri biorefinery kelapa sawit di Indonesia menjadi sangat penting dan telah mengalami pertumbuhan yang pesat. “Namun di sisi lain, hal ini menjadi trade-off tersendiri karena limbah biomassa yang dihasilkan dari proses produksi minyak sawit pun bertambah dari segi kuantitas. Hal inilah yang melatarbelakangi kami menciptakan superkapasitor mobil listrik dari kelapa sawit,” kata Tirto.

Kelapa sawit merupakan tanaman yang kaya akan kandungan unsur karbon yang merupakan hasil fiksasi CO2 atmosfer. Produk utama dari pengolahan tandan buah sawit yaitu minyaknya atau yang dikenal sebagai crude palm oil (CPO). Sedangkan produk sisanya yaitu tandan kosong sawit (TKS), serat sabut dan cangkang, serta inti biji (kernel) kebanyakan berakhir menjadi limbah.

“Bukan limbah, tetapi produk biomassa lainnya” ujar Tirto ketika menyebut produk sisa industri sawit tersebut.

Ia mengatakan kandungan hemiselulosa, lignin, dan selulosa yang masih tinggi pada biomassa sisa tersebut memungkinkan ekstrasi kandungan unsur karbon di dalamnya.

“Opsi terbaik yaitu mengolahnya hingga menjadi nanokarbon agar dapat digunakan untuk membuat superkapasitor mobil listrik. Sejauh ini superkapasitor komersial yang dijual secara luas masih menggunakan basis logam-logam mulia sehingga harganya tinggi,” katanya.

Proses pengekstrasian dimulai dengan menghancurkan biomassa tersebut kemudian proses karbonisasi hidrotermal dilakukan dengan menggunakan ZnCl2 sebagai aktivator.

 

Sumber: Sawitindonesia.com