JAKARTA- Kinerja ekspor minyak sawit nasional terus merosot akibat perang dagang dan produksi minyak nabati global yang melimpah. Ekspor minyak sawit sepanjang Oktober 2018 diperkirakan hanya 3,03 juta ton, atau turun 5,02% dari realisasi September 2018 yang sebesar 3,19 juta ton. Ekspor September tersebut juga turun 3,04% dari Agustus 2018 yang mencapai 3,29 juta ton.

Direktur Pusat Penelitian Kelapa sawit (PPKS) Medan Hasril Hasan Siregar mengatakan, ekspor minyak sawit Indonesia pada Oktober 2018 masih akan tertekan. Hal itu akibat perang dagang dan produksi minyak nabati global yang berlimpah. “Untuk ekspor Oktober 2018, tim PPKS Medan memperkirakan masih minus karena efek trade war dan terjadi persaingan dagang atau perebutan pasar dengan minyak nabati lainnya. Pada saat bersamaan, produksi minyak nabati lainnya juga bagus, seperti minyak sawit. Ekspor Oktober 2018 kami prediksi turun sekitar 5% dari September 2018, yakni hanya mencapai 3,03 juta ton,” kata Hasril di Jakarta, kemarin.

Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki) mencatat, ekspor minyak sawit nasional pada September 2018 mencapai 3,19 juta ton, atau turun 3,04% dari Agustus 2018 yang sebanyak 3,29 juta ton. Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga justru memberikan proyeksi yang lebih optimistis. Pada Oktober 2018, ekspor minyak sawit bakal mencapai 3,21 juta ton, angka itu mengacu hasil laporan perusahaan anggota GIMNI.

Menurut Sahat, sepanjang 2014-2018, pasar industri sawit domestik di luar (fatty acid methyl ester/FAME)  bertumbuh 9,43% per tahun, sedangkan ekspor naik 7,94% per tahun. Produk ekspor tersebut mencakup industri refine, fraksionasi, dan modifikasi (RFM), oleokimia, dan refined bleached deodorized (RBD) olein. “Komposisi ekspor minyak sawit Indonesia pada Oktober 2018 bakal 22% berupa minyak sawit mentah {crude palm oil/CPO) dan 78% berupa turunan CPO (processed oils/fats). Pola ini berubah dari ekspor September 2018 yang sebesar 3,19 juta ton dengan porsi 23% untuk CPO dan 77% untuk yang processed,” kata Sahat.

Sahat memproyeksikan, pola ekspor pada Oktober 2018 adalah sebesar 2,52 juta ton berupa produk turunan CPO, yakni downstream product, refining and special fat, oleokimia (termasuk split oils FA), soap noodle, glycerin, dan split crude. Sedangkan ekspor yang berupa CPO diprediksi hanya 690 ribu ton. Apabila dibandingkan dengan September 2018, ekspor CPO terpantau sebesar 747 ribu ton dan produk turunan sebesar 2,44 juta ton.

Untuk konsumsi domestik pada Oktober 2018 diperkirakan sebesar 1,24 juta ton, atau naik dibandingkan September yang sebesar 1,22 juta ton. Rinciannya, untuk segmen food dan special fat sebanyak 747 ribu ton, nonfood seperti oleokimia dan sabun sebanyak 79 ribu ton, dan biodiesel sebesar 410 ribu ton.

Pada September 2018, GIMNI mencatat, konsumsi minyak sawit domestik untuk segmen food dan special fat sebanyak 734 ribu ton, sedangkan untuk segmen nonfood sebesar 82 ribu ton dan biodiesel sebanyak 402 ribu ton.

Sementara itu, mengutip data fasilitasi ekspor pertanian oleh Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian (Barantan Kementan), ekspor komoditas sawit dan produk turunannya sejak Januari hingga 18 November 2018 tercatat sebanyak 8.725.491 ton. Ekspor sawit dan turunannya tersebut menempati peringkat pertama 10 komoditas ekspor unggulan pertanian.

Produksisawit

Di sisi lain, Sahat Sinaga mengatakan, produksi CPO nasional pada Oktober 2018 kemungkinan bisa mencapai 3,99 juta ton dan minyak kernel (CPKO) sebanyak 389 ribu ton. Stok awal Oktober 2018 tercatat 4,60 juta ton, dengan demikian stok akhir Oktober 2018 diperkirakan sebesar 4,53 juta ton atau menurun dibandingkan stok akhir September 2018 yang sebanyak 4,60 juta ton. “Pada September, produksi CPO mencapai 4,00 juta ton dan CPKO 405 ribu ton,” tutur Sahat.

Hasril sebelumnya mengatakan, produksi CPO dan ekspor pada September-Desember kemungkinan turun secara bertahap, kecuali pada November akan mengalami sedikit kenaikan dibandingkan Oktober. “Pola produksi CPO biasanya pada semester pertama itu diperoleh 48% dan semester kedua sebesar 52%. Tapi pola ini juga kemungkinan bisa berubah,” kata Hasril.

Hingga akhir 2018, Sahat memperkirakan, produksi CPO dan CPKO Indonesia bakal mencapai 58,21 juta ton. Total konsumsi akan mencapai 47,48 juta ton, yakni untuk penggunaan domestik sebanyak 27,60% dan ekspor sebesar 72,40%. Pada 2019, konsumsi domestik bakal tumbuh 5% sedangkan ekspor 4%. “Prediksi ini memang konservatif, tapi itu sudah mempertimbangkan adanya faktor trade war Aw price war,” jelas Sahat.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia