JAKARTA – Nilai ekspor minyak sawit nasional sepanjang Januari-Maret 2020 mencapai US$ 5,32 miliar, atau tumbuh 9,45% dari realisasi periode sama 2019. Salah satu pemicu meningkatnya nilai ekspor minyak sawit pada triwulan I-2020 tersebut adalah sempat membaiknya harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di pasar internasional, rata-rata harga pada Januari 2020 mencapai US$ 830 per ton.

Dalam catatan Gabungan Pengusaha kelapa sawit Indonesia (Gapki), produksi minyak sawit nasional pada Maret 2020 sedikit lebih rendah (-0,90%) dari Februari 2020, konsumsi dalam negeri turun 3,20%, ekspor naik 3,30%, dan harga CPO turun dari rata-rata US$ 722 per ton pada Februari menjadi US$ 636 per ton pada Maret 2020 (Cif Rotterdam), tetapi nilai ekspornya naik 0,60% menjadi US$ 1,82 miliar. Catatan lain, produksi minyak sawit pada triwulan 1-2020 turun sekitar 14% dari periode sama tahun sebelumnya menjadi 10,99 juta ton, konsumsi minyak sawit dan turunannya di dalam negeri selama Januari-Maret 2020 mencapai 4,53 juta ton atau naik 7,20% dari periode sama 2019. Pada Januari 2020, konsumsi domestik 1,48 juta ton, Februari 2020 sebesar 1,55 juta ton, dan Maret 2020 sebesar 1,5 juta ton.

Ekspor minyak sawit pada Maret 2020 naik 83 ribu ton dengan kontribusi utama dari CPO 113 ribu ton dan oleokimia 63 ribu ton, kontribusi CPO itu naik 21,60% yakni dari 524 ribu ton pada Februari menjadi 637 ribu ton pada Maret. Kenaikan ekspor terbesar terjadi untuk tujuan Bangladesh, Afrika, dan Tiongkok. Ekspor ke Uni Eropa, India, dan Timur Tengah, sedikit naik, ekspor ke Pakistan dan Amerika Serikat turun. Kenaikan ekspor ke Tiongkok karena diinformasikan negara itu telah mulai pulih dari pandemi Covid-19.

Konsumsi minyak untuk pangan dalam negeri pada Maret 2020 turun 8,30% dari bulan sebelumnya menjadi 721 ribu ton, ketidakpastian waktu teratasinya pandemi Covid-19 menjelang Puasa menyebabkan konsumsi minyak sawit untuk produk pangan menurun. Sebaliknya, konsumsi produk oleokimia naik 14,50% menjadi 104 ribu ton pada Maret 2020, hal itu ditopang karena kebutuhan bahan pembersih tangan (hand sanitizer) yang meningkat akibat pandemi Covid-19. Dari 68 ribu ton kenaikan konsumsi oleokimia, sekitar 55% terjadi pada gliserin yang merupakan bahan pembuatan hand sanitizer. Sementara konsumsi biodiesel relatif tetap sebesar 673 ribu ton meski harga minyak bumi rendah dan konsumsi solar turun sekitar 18%.

Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan, Covid-19 telah mengganggu perekonomian dunia, tetapi semua negara tidak akan sanggup berlama-lama dalam situasi seperti saat ini dan harus segera bangkit. Karena itu, peningkatan produktivitas dan efisiensi harus menjadi prioritas untuk menjaga viabilitas dari industri sawit. “Di tengah pandemi Covid-19, patut diapresiasi bahwa nilai ekspor minyak sawit nasional pada Januari-Maret 2020 masih 9,45% lebih tinggi dari Januari-Maret 2019 menjadi US$ 5,32 miliar. Meski produksi Januari-Maret 2020 lebih rendah 14% dan volume ekspor lebih rendah 16,50% menjadi 7,64 juta ton,” ungkap Mukti Sardjono di Jakarta, pekan lalu.

Di dalam negeri, kegiatan operasional di perkebunan kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit (PKS) masih berjalan normal. Secara alami, pelaksanaan pekerjaan di operasional perkebunan dan PKS memang berjauhan, sehingga physical distancing terjadi dengan sendirinya. Khusus pada Mei nanti, sebagian besar Indonesia akan memasuki musim kemarau dan puncak kemarau akan terjadi pada Agustus. Meskipun kemarau tahun ini diperkirakan tidak separah 2019, persiapan menghadapi kemarau untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. “Gapki telah membuat dan mendistribusikan protokol pencegahan karhutla, diharapkan dengan kewaspadaan dan kerja sama semua pihak, karhutla 2020 dapat dicegah dan diminimalkan,” jelas dia.

Harga Tandan Sawit

Sementara itu, harga CPO di Provinsi Jambi pada periode 8-14 Mei 2020 turun signifikan Rp 631 per kilogram (kg) dari periode sebelumnya, yakni dari Rp 7.119 per kg menjadi Rp 6.485 per kg. “Hasil yang ditetapkan tim perumus, untuk harga inti sawit turun Rp 424 dari Rp 3.726 per kg menjadi Rp 3.302 per kg, harga tanda buah segar (TBS) sawit pada periode kali ini juga turun Rp 110 dari Rp 1.210 per kg menjadi Rp 1.100 per kg,” kata Pejabat Penetapan Harga TBS Sawit Provinsi Jambi Putri Rainun, kemarin.

Seperti dilansir Antara, untuk harga CPO, inti sawit, dan TBS sawit beberapa periode terakhir terjadi penurunan meski sempat naik sekali. Namun pada periode sebelumnya dan kali ini (8-14 Mei 2020) terjadi penurunan berdasarkan hasil keputusan dari kesepakatan tim perumus harga CPO di Jambi bersama para petani, perusahaan perkebunan sawit, serta pihak terkait. Penetapan harga CPO, TBS, dan inti sawit merupakan kesepakatan tim perumus dalam satu rapat dihadiri para pengusaha, koperasi, dan kelompok tani sawit setempat dan berdasarkan peraturan menteri pertanian dan peraturan gubernur.

Penetapan harga itu adalah TBS usia tanam 3 tahun Rp 1.100 per kg, usia tanam 4 tahun Rp 1.164 per kg, usia tanam 5 tahun Rp 1.219 per kg, usia tanam 6 tahun Rp 1.270 per kg, dan usia tanam 7 tahun Rp 1.302 per kg. Lalu, untuk usia tanam 8 tahun Rp 1.329 per kg, usia tanam 9 tahun Rp 1.356 per kg, usia tanam 10-20 tahun Rp 1.395 per kg, usia 21-24 tahun Rp 1.352 per kg, dan di atas 25 tahun Rp 1.287 per kg.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia