JAKARTA. Importir minyak sawit mentah atau crude Palm Oil (CPO) India menghentikan pembelian CPO daii Malaysia. Ini karena Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengkritik tindakan kekerasan India di Kah-smir, serta penerapan UU Kewarganegaraan baru yang dinilai diskriminatif ke warga muslim.
Analis Artha Sekuritas Nugroho Fitriyanto memprediksi, apabila boikot benar-benar diterapkan, maka hal ini berpotensi menurunkan harga jual CPO, yang dapat berimbas pada harga saham emiten CPO domestik. “Harga CPO global yang patokannya dari Malaysia kami prediksi bisa terkoreksi seiring dengan potensi peningkatan invetory level akibat berkurangnya penjualan,” jelas dia saat dihubungi KONTAN, Selasa (14/1).
Menurut Nugroho, jika selama semester 1-2020 sama sekali tidak ada ekspor CPO Malaysia ke India, maka ekspor CPO negeri jiran tersebut dapat turun 11,296 secara tahunan. Angka ini dengan catatan, negara-negara di luar India masih tetap melanjutkan ekspornya dengan pertumbuhan 1% year on year (yoy).
Andalkan B30
Sebagai gambaran, pada 2019, penjualan ekspor CPO Malaysia tumbuh signifikan, yakni 12% yoy. India meryadi negara tujuan ekspor CPO terbesar Malaysia dengan proporsi 24% dan pertumbuhan 75% yoy.
Sementara itu, CPO menyumbang hampir dua pertiga dari total impor minyak nabati India yang membeli lebih dari 9 juta ton CPO per tahun, terutama dari Indonesia dan Malaysia.
Analis Lotus Andalan Sekuritas Sharlita Malik mengatakan, prospek saham-saham CPO masih positif. Sektor CPO pada semester 1-2020 berpeluang menguat seiring dengan peningkatan impor dari India.
Sentimen positif lain juga berasal dari produksi kedelai Amerika Serikat dan India yang dipre- diksi hanya tumbuh flat pada 2020, yakni berkisar 2% year on year (yoy). Sekadar mengingatkan, CPO merupakan minyak subtitusi untuk kedelai.
Sementara itu, dari sisi domestik, kebyakan B30 di Indonesia juga berpeluang meningkatkan konsumsi CPO domestik. “Kami estimasikan konsumsi B30 di Indonesia selama 2020 dapat mencapai 6,5 juta kiloliter atau naik 4% yoy. Hal ini berpeluang menggantikan ekspor CPO ke Uni Eropa sekitar 3 juta ton per tahun hingga 2030, seiring kebijakan renewable energy directived II di 2020,” terang Sharlita ke KONTAN, Selasa (14/1).
Menurut dia, rata-rata harga penjualan CPO pada 2020 dapat berada di level MYR 2.500 per ton, atau naik 16,3% dibandingkan dengan tahun lalu. Karena itu, Sharlita menaikkan rating atas sektor CPO dari neutral menjadi overweight.
Ia merekomendasikan investor buy saham AALI dengan target harga Rp 15.000 per saham, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) Rp 1.550 dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SMP) Rp 465 per saham.
Sumber: Harian Kontan