Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong pemanfaatan minyak kelapa sawit sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin dan liquified petroleum gas (LPG). Seperti diketahui, produk minyak nabati tersebut sudah jamak digunakan sebagai campuran untuk BBM jenis solar di Indonesia. Kementerian ESDM akan mendorong kerja sama penelitian tersebut bersama Pertamina dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

“Indonesia yang pertama mengembangkan sawit untuk bensin melalui co-processing. Minyak sawit dicampurkan ke kilang dengan proses cracking menggunakan katalis Merah Putih, yang juga merupakan produksi anak bangsa, dan akan menghasilkan bensin dan LPG di akhir proses,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Dadan Kusdiana. Ahad (14/4).

Dadan mengungkapkan, pemanfaatan sawit untuk bensin juga telah dilakukan di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Italia, dan Uni Emirat Arab. Namun, pengembangan di negara-negara tersebut adalah membuat pabrik baru yang dapat mengolah langsung sawit dengan Bensin sebagai salah satu produknya.

“Yang mereka kembangkan bukan co-processing, tapi standalone, darisawitmenghasilkan bensin. Untuk co-processing ini, kita yang pertama,” katanya.

Dia menjelaskan, kelebihan dari sistem co-processing adalah penghematan dalam proses produksi. Hal itu karena produsen dapat menggunakan kilang yang saat ini sudah ada.

“Yang digunakan adalah kilang existing, hanya ditambahkan proses di tengahnya untuk menghasilkan bensin dan LPG,” \’ kata Dadan.

Hal itu menjadi salah satu upaya pemerintah untuk bisa meningkatkan pemanfaatan sawit. Seperti diketahui, saat ini komoditas andalan ekspor Indonesia tersebut sedang menghadapi hambatan. Salah satunya adalah kampanye negatif dari Uni Eropa.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia bersama Malaysia dan Kolombia telah menyelesaikan kunjungan kerja bersama ke Brussel, Belgia, yang digelar pada 8-9 April 2019. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, setelah melewati perdebatan yang cukup keras, komisi Uni Eropa menawarkan untuk membentuk forum bersama guna membahas keberlanjutan status sawit pada 2021 mendatang.

Pada dua hari kunjungan diplomasi tersebut, delegasi Indonesia melakukan pertemuan bersama Wakil Presiden Parlemen Uni Eropa Heidi Hautala serta anggota Komisi Eropa, Dewan Eropa, dan pelaku bisnis di bidang biodiesel.

Darmin menjelaskan, penawaran Eropa tersebut disambut oleh Indonesia sebagai salah satu produsen sawit terbesar di dunia. Namun, pihaknya tidak dapat menerima jika forum bersama yang ditawarkan tidak memberikan dampak positif bagi Indonesia. Pasalnya, melihat pengalaman sebelumnya, penawaran semacam itu tak berujung pada kejelasan.

Menurut dia, forum bersama itu perlu diwujudkan secara konkret serta dapat dijadikan landasan kebijakan sawit pada 2021. Pada tahun tersebut, sesuai isi dari kebijakan Petunjuk Energi Terbarukan (RED) II, Uni Eropa membuka kesempatan untuk melakukan peninjauan ulang kebijakan.

Sumber: Republika