JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kebijakan pemerintah yang mewajibkan pemenuhan pasar domestik atau Domestic Market Obligation (DMO) tak juga memberikan dampak signifikan bagi ketersediaan minyak goreng. Itu sebabnya, Ombudsman RI menilai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Permendag Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor masih belum memberikan implikasi yang signifikan pada ketersediaan minyak goreng dengan harga eceran tertinggi (HET) di lapangan.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyampaikan, agar pemerintah segera memastikan semua produsen minyak goreng, mendapatkan crude palm oil (CPO) dengan harga Domestic Price Obligation (DPO).

“Tidak semua produsen minyak goreng bisa mendapatkan harga baku sesuai DPO yang ditetapkan pemerintah. Pemerintah harus “mengawinkan” semua produsen minyak goreng ini dengan semua produsen CPO yang punya kewajiban menyisihkan 20% volume ekspor,” tegas Yeka pada Webinar Pelayanan Publik”Dampak Kebijakan DMO dan DPO terhadap Ekspor CPO”, Jumat (25/2/2022) secara daring di Kantor Ombudsman RI.

Untuk itu, Ombudsman meminta supaya regulasi yang telah berjalan untuk dianalisa mendalam dalam jangka menengah. “Ombudsman akan mengevaluasi apakah kebijakan terakhir ini (Permendag Nomor 8/2022) adalah kebijakan yang tepat untuk jangka menengah dan panjang. Jangan-jangan di masa yang akan datang kebijakan DMO DPO ini malah menjadi backfire untuk Indonesia. Karena kalau volume ekspor CPO turun, bisa menyebabkan harga minyak nabati dunia naik,” ujar Yeka.

Jika diperlukan prioritas, Yeka menyampaikan dalam tahap pertama ini, semua produsen minyak goreng yang tidak terintegrasi dengan produsen CPO agar dipastikan terlebih dahulu mendapatkan pasokan CPO sesuai dengan harga DPO. Jenis minyak goreng yang perlu dipastikan ketersediaannya adalah minyak goreng jenis curah yang banyak dikonsumsi oleh usaha kecil dan mikro serta rumah tangga berpendapatan rendah.

Yeka menekankan, saat ini pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis jangka pendek agar minyak goreng HET dapat segera dinikmati masyarakat secara merata. Mengingat sebentar lagi akan memasuki bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Ombudsman juga akan terus melakukan pemantauan harga minyak goreng hingga stabil sesuai yang ditetapkan oleh pemerintah.

Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif GIMNI, menjelaskan bahwa penyaluran minyak goreng setelah kebijakan DMO-DPO dan HET membutuhkan waktu untuk penyesuaian. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki tantangan tersendiri untuk menyalurkan minyak goreng sesuai harga pemerintah.

“Indonesia itu negara besar dan kepulauan, bukan area secuil seperti Semenanjung. Hambatan ini tidak terlihat dari kacamata regulator dari aspek logistik dan geografis. Pasar minyak goreng terbesar itu ada di Jawa. Tetapi bahan bakunya (minyak sawit) ada Sumatera dan Kalimantan. Perlu waktu untuk mengirim ke Jawa,” jelas Sahat.

 

 

Sumber: Sawitindonesia.com