Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai Pakistan adalah pasar strategis produk minyak sawit Indonesia sehingga keberlanjutan pasar negara tersebut serta kawasan Asia Selatan harus dijaga.

Direktur Eksekutif GAPKI Mukti Sarjono di sela Konferensi Sawit Internasional Pakistan Edible Oil (PEOC ) 2020 di Karachi Pakistan, Sabtu mengatakan Pakistan adalah importer minyak sawit Indonesia terbesar keempat setelah India, China dan Uni Eropa dengan total volume ekspor minyak sawit Indonesia ke negara tersebut mencapai 2,5 juta ton pada 2018.

“Di tengah tekanan dan diskriminasi dagang dari Uni Eropa terhadap komoditas minyak sawit, Asia Selatan adalah pasar strategis yang harus dijaga. Selain Pakistan, tentu saja India dan Bangladesh,” kata Mukti melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Dalam kesempatan tersebut, Mukti juga menyampaikan perhatian terkait pasar India. Sebagai pasar ekspor minyak sawit Indonesia terbesar, ada penurunan tren volume ekspor ke India.

Pada 2017, volume ekspor minyak sawit Indonesia ke India mencapai 7,6 juta ton, namun pada 2018 turun menjadi 6,7 juta ton.

“Nah ini mengkhawatirkan karena sampai Oktober 2019, volume ekspor baru mencapai 3,7 juta ton,” kata mantan Sesditjen Perkebunan Kementerian Pertanian itu.

Mukti mengatakan penurunan ekspor produk minyak sawit tersebut tidak lepas dari kebijakan bea masuk di India yang mengenakan tarif lebih tinggi terhadap minyak sawit Indonesia daripada dari Malaysia.

“Ini membuat sawit kita kalah kompetitif dengan Malaysia. Tetapi kebijakan tersebut sudah diubah dan saat ini kita sudah dikenakan tarif yang sama dengan Malaysia,” ujarnya.

Tren ekspor minyak sawit ke India pada bulan Oktober 2019 naik terlebih lagi pada akhir tahun 2019, pemerintah India mengeluarkan kebijakan penurunan impor tarif produk kelapa sawit.

Mukti menyatakan, hal itu memberikan sinyal positif bagi produk minyak sawit Indonesia, namun dia menyayangkan pada awal 2020 India mengeluarkan kebijakan melarang impor produk olahan minyak sawit.

“Dua kebijakan tersebut saling bertentangan. Dan kebijakan pelarangan impor produk olahan minyak sawit dapat merugikan ekspor produk olahan minyak sawit Indonesia,” katanya.

Selain India dan Pakistan, menurut dia, pasar Bangladesh juga perlu ditingkatkan, apalagi ekspor minyak sawit Indonesia ke negara tersebut mencapai 1,4 juta ton pada 2018.

 

Sumber: Antaranews.com