Peran sektor perkebunan kelapa sawit semakin penting bahkan kini menjadi penopang ekonomi bangsa, peningkatan kesejahteraan masayarakt, dan penciptaan lapangan kerja. Merujuk Koalisi Buruh Sawit (KBS) mencatat setidaknya 18 juta buruh perkebunan sawit, lebih dari setengahnya adalah perempuan.
Dalam dekade terakhir, aspek pekerja perempuan di industri sawit mendapat perhatian luas untuk tujuan perbaikan. Tidak sedikit yang menuding untuk tujuan kampanye negatif dan hitam. Ada aksi yang merekayasa potongan data kemudian di framing dengan narasi tuduhan bahwa sawit Indonesia itu buruk rupa karena melakukan pelanggaran dan eksploitasi perempuan.
Diungkapkan Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Bidang Ketenagakerjaan, Sumarjono Saragih, anggota GAPKI adalah korporasi yang menjalankan usaha berdasarkan undang-undang dan turunannya.
“Hukum nasional kita sangat melindungi pekerja termasuk perempuan. Jadi praktik exploitasi pekerja (dan perempuan) adalah pelanggaran hukum. GAPKI terus berupaya mendorong kepatuhan. Salah satunya adalah target 100% anggota GAPKI mendapat sertifikasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil),” kata Sumarjono, dalam peluncuran buku Panduan Praktis Perlindungan Pekerja Perempuan, Selasa (23/3/2021) yang dihadiri InfoSAWIT.
Lebih lanjut tutur Sumarjono, upaya kampanye negatif/hitam memang tak pernah mereda. Dapat dipahami karena sawit sebagai sektor besar dan strategis. Dari sisi perdagangan, menjadi ancaman (kompetitor) minyak nabati yang mayoritas dihasilkan negara barat.
Juga karena dan melibatkan sedikitnya 16 juta pekerja. Belum lagi petani disebutkan sebanyak 2 juta (Bapennas 2015). Artinya dengan asumsi separuhnya adalah perempuan maka ada 9 juta pekerja perempuan.
Sebagai organisasi pengusaha, GAPKI mengambil inisiatif dan aksi nyata. Menyusun dan menerbitkan “Panduan Praktis Perlindungan Hak Pekerja Perempuan di Perkebunan Sawit”. Buah kerja bersama antara pengusaha dan buruh.
“GAPKI sebagai organisasi pengusaha berkolaborasi dengan serikat buruh nasional (HUKATAN) dan serikat buruh Eropa-Belanda (CNV). Model penyusunan seperti ini sengaja dipilih. Diharapkan isi panduan ini akan lengkap dan menjawab kebutuhan bersama. Juga ada rasa memiliki dan ikatan moral emosional yang akhirnya memunculkan kesadaran kepatuhan bersama, buruh dan pengusaha,” tandas Sumarjono. (T2)
Sumber: Infosawit.com