Pangkalan Bun – Di tengah upaya negoasisi yang akan dilakukan Pemerintah Indonesia terkait penaikan bea masuk (BM) minyak sawit oleh Pemerintah India, berbagai pihak juga sedang menyiapkan beragam langkah antisipasi.
Namun demikian, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, mengatakan India akan rugi sendiri jika tetap menaikkan tarif impor CPO hingga 100%.
“Kalau Indonesia tidak mengekspor, bagaimana India akan mendapatkan CPO. Kondisi ini akan menekan India,” ujar Sahat di Jakarta, Senin (28/8/2017).
Meskipun begitu, lanjut Sahat, pemerintah Indonesia harus mencari cara agar India menganulir kebijakan tersebut. Pemerintah bisa mendorong pengusaha sawit Indonesia mengekspor Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil (RBDPO).
“Kebijakan India menaikkan tarif impor untuk menekan impor RBDPO Indonesia sehingga pengolahan CPO dilakukan di India,” tutur Sahat.
Sahat menambahkan, pemerintah juga bisa melobi India mengingat mesin produksi sawit di Indonesia saat ini didatangkan dari India.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan India mengumumkan kenaikan tarif bea masuk CPO menjadi 15%. Pajak impor minyak kelapa sawit olahan juga meningkat menjadi 17,5% dan 25% dari sebelumnya 12,5% serta 15%.
Komoditas sejenis lain yang terkena peningkatan pajak impor, yakni minyak kedelai. Sementara bea masuk minyak nabati lainnya masih tetap di level 12,5% untuk minyak mentah dan 20% untuk minyak nabati olahan. (NEDELYA RAMADHANI/m)
Sumber: Borneonews.com