RM.id Rakyat Merdeka – Pelaku industri sawit menunggu keputusan pemerintah terkait Pungutan Ekspor (PE) yang rencananya akan direvisi. Keputusan ini perlu cepat diambil supaya tidak terjadi aksi spekulasi dan profit taking yang akan berdampak kepada industri serta petani.
“GIMNI menyambut baik apa pun keputusan final dari pemerintah karena sudah mempertimbangkan seluruh masukan dari pelaku industri kelapa sawit kita, baik dari sisi hulu perkebunan dan indstri hilir,“ ujar Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Bernard Riedo, Jumat (11/6).
Menurut dia, sebaiknya rencana perubahan tarif pungutan ekspor segera direalisasikan agar memberikan kepastian kepada pelaku pasar. Tujuannya untuk menghindari aksi spekulasi dan ambil posisi dalam transaksi jual beli yang bisa berdampak negatif pada harga.
Sejak disampaikan adanya rencana perubahan tarif pungutan, harga cenderung menunjukan trend penurunan karena permintaan CPO khususnya ekspor menurun. Salah satu faktornya karena pelaku pasar menunggu revisi tarif PE yang rencananya lebih rendah.
“Ketidakpastian menyebakan adanya langkah-langkah wait and see di pasar. Situasi ini sangat disayangkan karena dapat berdampak negatif kepada harga,” ujarnya.
Sebagai informasi, harga TBS di Sumatera Utara turun Rp 96/kilogram menjadi Rp 2.399/kilogram. Di Bursa Malaysia Derivatif Exchange, harga CPO untuk pengiriman Agustus 2021 turun 5% menjadi RM 4.029/ton.
“Jika revisi ini bisa diputuskan secepatnya tentu dapat memberikan kepastian dalam bertransaksi sehingga menjaga stabilitas harga,” ujarnya.
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga mengatakan, dari informasi yang diperolehnya bahwa kebijakan pungutan ekspor akan membuat sejumlah revisi. Pertama, jumlah kolom disederhanakan jumlahnya dari 15 kolom menjadi 7 kolom. Kedua, maksimum tarif layanan CPO yang besarannya 255 dolar AS/ton bila Harga Patokan Ekspor (HPE) di atas 955 dolar AS/ton, akan diturunkan ke level tertentu.
“Dengan revisi tersebut pemerintah tetap menjaga konsistensi agar volume ekspor minyak sawit tertuju pada produk hilir yang bernilai tambah tinggi sesuai arahan Presiden Jokowi,” ujarnya.
“Kami tentu mengharapkan agar pemerintah dapat segera putuskan kebijakan pungutan ekspor,” tambah Sahat. [DIT]
Sumber: Rm.id