JAKARTA-Strategi ofensif yang sudah dijalankan Indonesia dalam menghadapi kampanye negatif sawit di Uni Eropa (UE) perlu diperluas lagi hingga ke tataran kelompok masyarakat (society). Saat ini, Pemerintah Indonesia telah menempuh strategi ofensif di tataran pemerintah/parlemen UE, di antaranya dengan menggugat kebijakan diskriminasi minyak sawit UE ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Ketua Umum Gabungan Pengusahakelapa sawitIndonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, kampanye negatif sawit di UE setidaknya dilakukan oleh tiga kelompok, yakni bisnis, pemerintah termasuk perlemen, dan masyarakat (society) termasuk oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM). Untuk bisnis nyaris tidak perlu dipersoalkan karena pada dasarnya mereka membutuhkan minyak sawit untuk memenuhi industrinya. Sedangkan di tataran peme-rintahan/parlemen juga tergantung siapa dan partai yang berkuasa, di tataran inilah kebijakanrenewable energyDirective // (RED II) muncul.

Untuk tataran pemerintahan, kata Joko, Indonesia telah menerapkan strategi ofensif seperti membawa kasusRED IIke WTO dan hal ini juga kemudian diikuti Malaysia. Indonesia-Malaysia sama-sama berharap kebijakan UE itu dicabut. Terkait ini, pemerintah dan Gapki telah melakukan tindakan ikutan lain seperti membangun opini dan melobi pihak UE,Gapkimenjadi bagian program besar pemerintah. “Strategi ofensif Indonesia untuk tataran pemerintahan sudah lumayan, strategi yang sama perlu diterapkan untuk tataran society karena mereka ini gencar sekali mempengaruhi konsumen supaya para konsumen di UE itu punya perspektif negatif akan sawit,” ujar Joko saat diskusi dengan pemimpin redaksi media massa, kemarin.

Joko menuturkan, kampanye negatif dalam tataran masyarakat seperti dilakukan para LSM di UE sangat sistematis dan masif, sementara upaya Indonesia dalam menangkisnya masih sporadis dan belum seimbang dengan apa yang mereka lakukan. “Jadi, mereka ini kekuatannya besar banget, kita gak cukup hanya dengan seminar, membuat buku, membuat video, perlu strategi khusus, ini yang harus kita bersama ra-pikan langkah menyiapkan
strateginya itu apa, kita buat petanya karena mereka luar biasa besarnya,” jelas Joko.

Di tataran pemerintahan/ parlemen, strategi ofensif selain melalui WTO, upaya Indonesia terkait kampanye negatif sawit juga tampak pada instruksi Presiden Joko Widodo kepada para Duta Besar terutama di negara tujuan ekspor sawit untuk mengubah strategi diplomasi dengan menjadikan sawit sebagai target. Strategi yang sama tampak juga pada perundingan Perjanjian IEU-CEPA, terdapat kemajuan bagi Indonesia yang berani ngotot untuk memasukkan kepentingan sawit dalam pembahasan kerja sama tersebut.

Dalam upaya menghadang kampanye negatif sawit oleh UE, Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri juga telah menempuh jalur politik melalui kerangka kerja sama Asean-UE dan saat ini sampai pada tahap pembentukan joint working group. Dalam konteks itu, pembicaraan keberlanjutan sustainability diarahkan tidak hanya pada sawit namun juga menyangkut minyak nabati lain dan platform yang digunakan adalah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SD Gs) yang dibuat Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).

 

Sumber: Investor Daily Indonesia