JAKARTA. Perusahaan kelapa sawit tengah menyusun strategi menghadapi kebijakan moratorium penundaan perluasan dan peningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memaksimalkan produktivitas perkebunan yang ada.
Chief Executive Officer (CEO) PTsawitSumbermas TBk Vallauthan Subraminam mengatakan, kebijakan moratorium ini tidak akan berdampak pada penurunan produktivitas perusahaan. Pasalnya, emiten dengan kode saham SSMS ini sudah memiliki lahan berizin seluas 13.000 hektare (ha) yang siap dikembangkan menjadi areal sawit.
“Lahan yang sudah ada izinnya ini masih bisa kami buka untuk meningkatkan pendapatan,” ujarnya, Senin (22/10). Sampai saat ini, SSMS telah memiliki areal perkebunan inti kelapa sawit seluas 71.000 ha, ditambah 10.000 ha perkebunan plasma, maka total perkebunan sawit yang dikelola seluas 81.000 ha.
Dengan tambahan areal perkebunan seluas 13.000 hektar tersebut, Vallauthan optimis pendapatan perusahaan ini bakal meningkat signifikan.
Untuk itu, mulai tahun 2018 hingga tiga tahun ke depan, SSMS akan mengolah lahan berizin ini menggunakan belanja modal atau capital expenditure Rp 500 miliar – Rp 530 miliar. Anggaran ini tak hanya untuk mengembangkan lahan, tapi juga untuk membangun fasilitas pengolahan Pabrik Kelapa sawit (PKS) tiga unit di 2019. Dengan begitu, PKS SSMS bakal mencapai sembilan unit.
Wakil Ketua Dewan Masyarakat sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga mengatakan hal senada. Ia mengatakan, kebijakan moratorium sawit tidak akan menganggu kinerja industri kelapa sawit.
Malah DMSI memproyeksikan produksi Crude palm oil (CPO) tahun 2019 mencapai 52 juta ton, naik 8,33% dari proyeksi produksi CPO tahun 2018 yang sebesar 48 juta ton.
“Meski ada moratorium sawit, tidak akan pengaruhi pada produksi, karena moratorium yang ada adalah mengevaluasi perizinan yang ada dan tingkatkan produktivitas,” ujarnya.
Sumber: Harian Kontan