India resmi menurunkan bea masuk minyak sawit mentah atau crude Palm Oil (CPO) dan produk olahannya asal negara-negara ASEAN. Menurut kantor berita Reuters, bea masuk CPO diturunkan dari 40% menjadi 37,5%. Sementara bea masuk produk olahan CPO turun menjadi 45% dari sebelumnya 50%.

Penurunan tarif bea masuk CPO ini bak kado tahun baru bagi produsen CPO dan produk turunan CPO dalam negeri. Penurunan tarif bea masuk CPO dan turunannya itu diyakini bisa memacu ekspor CPO dari Indonesia.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) Sahat Sinaga memproyeksikan, total ekspor minyak sawit dan turunannya ke India tahun 2020 bisa naik 3,5%-4% dari volume ekspor di tahun 2019. Kenaikan volume ekspor ini terutama berasal dari ekspor produk hilir sawit yang naik 5% dibanding dengan 2019. “Peningkatan ekspor untuk produk hilir saja,” terang Sahat kepada KONTAN, Kamis (2/1).

Namun Sahat menilai, pebisnis sawit tak bisa mengoptimalkan pendapatan dari peluang penurunan bea masuk CPO dari India. Sebab, Indonesia menerapkan pungutan ekspor sawit saat harga sawit di atas US$ 700 per ton.

Sebagai catatan, ekspor produk sawit dan turunannya ke India turun sejak tahun 2018. Penurunan ekspor itu akibat India mengenakan tarif bea masuk lebih tinggi terhadap CPO Indonesia dibanding dengan CPO dari Malaysia yang mendapatkan tarif bea masuk lebih rendah 5%.

Sahat melihat saat ini India ingin mengamankan pasokan minyak sawit di dalam negeri dengan menurunkan bea masuk. Pasalnya, volume perdagangan minyak sawit di pasar global kian ketat di 2020.

Gelagat ini akan semakin terlihat dengan mulai melonjaknya harga minyak sawit di pasar global, sehingga semua negara ingin mengamankan pasokan untuk kebutuhan negara mereka. “Dengan bea masuk yang tinggi, harga minyak goreng di India akan mahal juga,” tutur Sahat.

Faktor B30

Langkah India ini baru diambil setelah melihat Indonesia melaksanakan program biodiesel 30% (B30) di 2020. Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan B30, Indonesia akan mengurangi volume ekspor terutama dalam bentuk CPO. Penerapan B30 akan menaikkan kebutuhan sawit Indonesia sebesar 3 juta ton per tahun.

Sahat menilai, India jeli membaca proyeksi pasar CPO, sehingga menurunkan bea masuk produk turunan sawit. “Refined, bleaclied, and deodorized (RBD) olein diturunkan dari 50% menjadi 45% dengan tujuan agar bersaing dengan Uni Eropa untuk mendapatkan sawit,” kata Sahat.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Menko Ekonomi Musdalifah Machmud melihat penurunan bea masuk produk minyak sawit oleh India ini akan memberi rangsangan bagi importir minyak sawit di India untuk memilih CPO dan produk turunannya. Musdal- ifah berharap, permintaan CPO dan turunannya di negara tersebut semakin tinggi seiring penurunan tarif bpa masuk. Pada gilirannya, beleid tersebut akan menaikkan harga CPO di pasar global.

Apalagi, permintaan CPO semakin naik dengan adanya program B30. Meskipun kelonggaran tarif di India akan mendorong ekspor, Musdal-ifah melihat ke depan permintaan makin besar.

 

Sumber: Harian Kontan