Harga CPO tahun depan banyak dipengaruhi tiga faktor pendukung. Pertama, persoalan perang dagang antara USA-Tiongkok yang belum usai. Akibatnya, Tiongkok kesulitan memenuhi kebutuhan minyak kedelai. Untuk itu, negara tirai bambu harus mencari sumber minyak nabati alternatif terutama dari minyak sawit (CPO).

Kedua, permintaan India dan Pakistan akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Analis Godrej International, Dorab Mistry, memperkirakan impor sawit dari India tumbuh menjadi 10 juta ton untuk periode 2018/2019. Angka ini lebih tinggi dari 2017/2018 sebanyak 9,25 jt ton. Khusus India, tarif pajak impor sawit menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia dan Malaysia.

Aspek ketiga berasal dari dalam negeri Indonesia. Mandatori biodiesel menjadi kunci bagi harga CPO tahun depan. Sebagaimana keinginan Presiden Jokowi untuk mempercepat pelaksanaan mandatori B20.

Faktor pergerakan harga CPO tersebut diungkapkan empat pengamat harga yaitu Togar Sitanggang (Wakil Ketua Umum GAPKI), Dorab Mistry (Analis Godrej International), James Fry (LMC International), dan Thomas Mielke (OilWorld).

Togar Sitanggang mengeluarkan proyeksi harga CPO bisa optimis US$600-US$650/Ton pada 2019.”Kenaikan ini banyak dipengaruhi oleh permintaan terutama mandatori biodiesel,”paparnya.

Harga CPO menurut James Fry untuk domestik sebesar US$555/ton apabila pajak ekspor diturunkan menjadi US$20-US$30/ton.

Yang menarik Dorab Mistry, tidak mengeluarkan ramalan harga tahun depan. Lantaran ketidakpastian ekonomi global dunia.

 

Sumber: Sawitindonesia.com