Lonjakan harga minyak goreng yang bergerak naik bahkan tembus tertinggi Rp 25.000 per kilogram di provinsi Gorontalo memaksa Presiden Joko Widodo turun tangan. Dan memerintahkan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi segera melakukan stabilisasi harga.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, lonjakan harga minyak goreng dipicu penguatan harga bahan baku, yakni minyak sawit mentah/ crude palm oil (CPO). Meski, dia menambahkan, jika sampai menembus Rp 25.000 per kilogram sudah tentu disertai aksi ambil untung berlebihan.
Sahat mengatakan, perintah Presiden Joko Widodo yang menekankan perusahaan pengelola sumber daya alam mengutamakan kebutuhan dalam negeri sudah tepat. Larangan ekspor bahan mentah harus diterapkan dan mengutamakan ekspor produk olahan.
“Selain itu, untuk menekan gerak harga CPO agar bisa menahan laju harga minyak goreng, pemerintah harus melarang ekspor used cooking oil atau minyak jelantah. Minyak jelantah saat ini jadi komoditas ekspor karena harganya bagus, hampir setara CPO,” kata Sahat kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Selasa (4/1/2022).
Produksi minyak jelantah di Indonesia diprediksi berkisar 20-22% dari pemakaian minyak goreng per tahun. Volume pasar minyak goreng domestik tahun 2022 diprediksi berkisar 5,45 juta ton, naik dari tahun 2021 yang mencapai 5,18 juta ton.
“Artinya ada sekitar 1,1 juta ton minyak jelantah per tahun. Nah, ini bisa dimanfaatkan untuk produksi biodiesel nasional yang tahun ini diprediksi mencapai 9,2 juta ton,” kata Sahat.
Akibat masih terbatasnya pasokan global, harga CPO diprediksi masih akan tertahan di level atas RM 4.900 per metrik ton.
“Untuk harga Dumai, kemungkinan masih akan bertahan di kisaran saat ini, Rp 14.300/KG. Ini masih akan bertahan hingga Lebaran nanti,” kata Sahat.
Selain melarang ekspor jelantah, solusi menekan lonjakan harga minyak goreng juga membutuhkan pengorbanan berbagai pihak.
“Termasuk dengan mengencangkan ikat pinggang, kurangi konsumsi makanan yang digoreng. Itu solusi yang tidak ribet. Jadi, target pemerintah dari devisa dan ekspor tercapai, harga minyak goreng bisa dijaga. Butuh pengorbanan memang,” ujar Sahat.
Sumber: Cnbcindonesia.com