Peritel modern dan pedagang tradisional memberi tanggapan berbeda atas keputusan pemerintah yang menyerahkan harga minyak goreng melalui mekanisme pasar.

Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan menyerahkan harga minyak goreng ke pasar adalah keputusan terbaik.

“Ini adalah jawaban yang terbaik. Sekarang ketersediaan minyak goreng ada di berbagai pasar modern dan tradisional,” tuturnya, kepada CNBC Indonesia.

Senada, PT Sumber Alfaria Trijaya (Alfamart) BudiSantoso mengatakan pihaknya siap mendukung kebijakan pemerintah tersebut dengan menjual harga minyak goreng sesuai mekanisme pasar. Dalam penelusuran CNBC Indonesia, Alfamart sudah menjual harga minyak goreng kemasan 1 liter dengan banderol Rp 24.900.

“Bagi kami perubahan harga tentu akan menyesuaikan harga pembelian dari masing-masing produk minyak goreng, dalam waktu dekat setelah mendapat pasokan barang dengan harga beli baru tentunya kami akan menyesuaikan harga jual di toko,” jelas Corporate Communication GM Alfamart, Nur Rachman.’


Minyak goreng kemasan sempat menghilang dari rak ritel modern selama pemberlakuan Harga Eceran Tertinggi (HET). Sesuai HET, harga minyak goreng kemasan kemasan sederhana dibanderol Rp 13.500 per liter dan kemasan premium Rp 14.000 per liter. Minyak goreng kembali memenuhi rak ritel modern setelah pemerintah memberlakukan ketentuan mekanisme pasar.

Sekretaris Umum Induk Koperasi Pasar (Inkoppas) dan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran mengatakan mekanisme pasar tidak akan membuat pedagang tradisional bisa mendapatkan minyak goreng dengan gampang apalagi dengan harga yang murah. Pasalnya, mereka memiliki keterbatasan akses maupun modal.

“Kalau ritel modern kan bisa membeli partai besar dan dapat diskon khusus serta ada jadwal bayar yang bisa diatur. Mereka yang punya keran sendiri untuk membuka atau menutup stok. Begitu ada pengumuman, langsung mengalir stoknya,” tutur Ngadiran, kepada CNBC Indonesia.

Ngadiran mengatakan kembali penuhnya rak-rak ritel modern oleh minyak goreng menguatkan dugaan jika mereka sebenarnya memiliki stok. “Barangnya sudah ada dan mereka punya sebelum diumumkan” tuturnya.

Ngadiran menjelaskan pasokan minyak goreng kemasan ke pasar tradisional sangat susah saat harga dijual sesuai HET. Pedagang juga harus membayar mahal demi mendapatkan pasokan.

“Di Kendari ada yang sampai Rp 60.00 per liter karena stoknya memang nggak ada. Pedagang hanya bisa dapat stok satu kardus yang habis untuk pelanggan mereka,” tuturnya.

Menteri Perdagangan M. Lutfi mengatakan harga keekonomian minyak goreng kemasan saat ini sekitar Rp 20.000. Harga tersebut dengan mempertimbangkan harga CPO di level Rp 15.700/kg.

“Ini kan harga lagi naik, semua berburu nanti akan ada adjust sendiri, adjusment nya di Rp 21.000-22.000/liter,” tutur Lutfi saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI, Kamis (17/3).


Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan Indonesia belum bisa menentukan harga minyak goreng sesuai keinginan meskipun berstatus sebagai produsen CPO terbesar di dunia. Konsumsi Indonesia harus berada di angka 60% dari total produksi jika ingin menjadi penentu harga. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), konsumsi lokal minyak sawit Indonesia pada tahun 2021 ada di angka 18,42 juta ton atau 36%.

Untuk mengurangi tekanan harga CPO internasional terhadap harga minyak goreng, Sahat mengatakan Indonesia bisa meniru cara China dengan menyediakan stok rapeseed oil yang digunakan sebagai minyak goreng. Cara China mirip dengan stok beras Bulog. Bulog akan membeli beras saat panen raya untuk kemudian dicadangkan dan akan dikeluarkan saat harga beras mahal.

Sahat mengatakan mensubsidi langsung harga minyak goreng kepada konsumen seperti di Malaysia juga bisa dilakukan. Namun, Indonesia memiliki keterbatasan dalam soal administrasi. Banyak toko yang tidak menyediakan mesin penghitung elektronik yang bisa mengeluarkan bukti penjualan.

“Kalau di Malaysia, toko langsung bisa memasukkan penjualan ke sistem dan mereka bisa mengklaim selisih harga ke pemerintah,” tuturnya.

Melalui Program Skim Rasionalisasi Minyak Masak (COSS) yang berjalan sejak 206, Malaysia membanderol minyak goreng subsidi dengan harga MYR 2,5 atau sekitar Rp 8.850/liter (kurs 1 MYR= Rp 3,420).

Minyak goreng bersubsidi tersebut dijual dengan kemasan polibeg sederhana seberat 1 liter dan harganya tidak terpengaruh kenaikan harga CPO. Malaysia menyiapkan subsidi sebesar MYR 600 juta atau sekitar Rp 2,05 triliun pada tahun ini untuk program COSS. Alokasi minyak subsidi per bulan adalah 60.000 ton sebulan.

Sementara itu harga minyak non-subsidi dijual dengan harga MYR 6,70 per kg atau Rp 22.914 per kg. Untuk kemasan 2 kg dijual dengan harga MYR 12,70 (Rp 43.434) dan 3 kg seharga MYR 18,70 (Rp 60.870).

 

Sumber: Cnbcindonesia.com