Tren penurunan harga minyak berpotensi menjadi ganjalan atas implementasi kebijakan bauran ba-han bakar solar dengan minyak Kelapa Sawit sebanyak 30% (B30).

Saat ini, harga minyak global baik jenis West Texas Intermediate (WTI) maupun Brent sama-sama berada di bawah level US$ 30 per barel. Anjloknya harga minyak juga berimbas pada koreksi harga crude Palm Oil (CPO) atau minyak Kelapa Sawit yang menjadi bahan baku biosolar.

Harga minyak yang murah akan membuat program B30 tak lagi ekonomis. Hanya, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengklaim, penurunan harga minyak global tidak mempengaruhi implementasi B30 di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina

Sebagai badan usaha yang diberi amanat menyalurkan bahan bakar B30, Pertamina tetap berkomitmen mengikuti arahan pemerintah untuk mengejar target program tersebut. “Saat ini kami mengacu pada kebijakan yang ditetapkan pemerintah dengan alokasi sebesar 9,59 juta kiloliter,” ujar dia, Jumat (20/3).

Fajriyah menilai, program B30 adalah bentuk konkret dari pemerintah dalam melakukan transisi menuju pemakaian energi yang ramah ling- kungan. Tak cuma itu, B30 juga diyakini bisa mengerem defisit neraca dagang Indonesia yang notabene sangat dipengaruhi oleh neraca minyak dan gas (migas).

Di sisi lain, Pertamina tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan di tengah penurunan harga minyak global. Perusahaan pelat merah ini masih terus memantau kondisi harga minyak dunia sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan kebijakan, baik harga bahan bakar mi- nyak (BBM), produksi atau penyediaan BBM itu sendiri.

Fajriyah berujar, Pertamina tidak akan buru-buru mengambil sikap terkait kebijakan impor minyak mentah, meski posisi harga minyak global sekarang bisa menjadi alasan untuk melakukan pembelian minyak dari luar negeri.

“Pertamina tetap mengukur kapasitas yang ada serta faktor lainnya seperti nilai tukar rupiah yang saat ini sedang melemah,” ungkap Fajriyah.

 

Sumber: Harian Kontan