InfoSAWIT, JAKARTA – Tatkala beberapa negara anggota Uni Eropa secara terang-terangan menghapus minyak sawit terlepas dari apakah itu berkontribusi pada target pencapaian energi terbarukan Uni Eropa. Sebagai gantinya, negera-negara tersebut meningkatkan permintaan bahan baku berbasis limbah seperti Palm Oil Mill Effluent (POME) atau limbah cair kelapa sawit dan minyak goreng bekas, ini terjadi lantaran  adanya skema kontribusi energi yang menarik.

Misalnya merujuk Global Trade Tracker (GTT), ekspor minyak goreng bekas Indonesia tercatat meningkat, jika pada Desember 2020 lalu hanya mencapai 16.600 ton, maka di Januari 2021 naik mejadi 17.400 ton. Sementara bila dibandingkan tahun lalu tercatat meningkat 27% atau ekspor minyak goreng bekas Januari 2020 hanya mencapai 12.700 ton.

Ini adalah level tertinggi sejak ekspor Oktober 2020 yang mampu mencapai 19.000 ton, lantas penjualan tercatat terus turun pada kuartal keempat tahun 2020, ini terjadi akibat banyak Negara yang menerapkan kebijakan lockdown untuk memutus pandemi Covid-19, pada akhirnya menurunkan kebutuhan domestik dan permintaan biodiesel di Uni Eropa.

 

Ekspor juga menjadi lesu menyusul tingginya biaya pengangkutan peti kemas yang meningkat empat kali lipat menjadi lebih dari US$200/ton ke barat laut Eropa karena kekurangan armada.

Sekadar catatan, total ekspor minyak goreng sawit bekas Januari 2021 sebanyak 7.600 ton dikirim ke Malaysia, 4.100 ton ke Belanda, 1.700 ton ke Korea Selatan dan 1.400 ton ke Singapura.

 

Kendati demikian ekspor minyak goreng bekas dan POME asal Indonesia sempat mengalami kesulitan setelah muculnya kebijakan untuk menyisihkan 20% untuk semua produk CPO yang di ekspor sesuai kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), pada awal 2022 lalu. (T2)

 

Sumber: Infosawit.com