Mulai Rabu (1/1/2020), Pemerintah India menurunkan bea masuk impor minyak kelapa sawit mentah atau CPO beserta produk olahannya dari negara-negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia.
Pelaku industri kelapa sawit menilai, penurunan bea masuk itu dipengaruhi oleh kebijakan campuran bahan bakar biodiesel sebanyak 30 persen pada solar murni atau B-30 yang diterapkan Pemerintah Indonesia mulai 1 Januari 2020.
Mengutip Reuters dan surat edaran dari The Solvent Extractors Association of India, Pemerintah India menurunkan bea masuk impor CPO dari 40 persen menjadi 37,5 persen. Adapun bea masuk impor produk olahannya diturunkan dari 50 persen menjadi 45 persen.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesi:! (Gapki) Kanya Lakshmi Sidarta menilai, India sangat sensitif dengan pergerakan volume suplai CPO, salah satunya dari Indonesia “India tampak khawatir suplai Indonesia akan berkurang dengan adanya kebijakan biodiesel Indonesia, mulai dari B-30,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (1/1).
Penerapan B-30 diperkirakan membutuhkan biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit (fatty acid methyl es-fer/FAME) sebanyak 9 juta kiloliter dalam setahun. Dampaknya, kebutuhan CPO untuk memproduksi FAME tersebut sekitar 10 juta ton (Kompas, 13/6/2019).
Sorotan global
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga berpendapat, konsistensi pemerintah dalam mengimplementasikan program B-30 ter- bukti dapat menjadi sorotan pasar global. Menurut dia, India mempertimbangkan program B-30 tersebut.
Selain itu, Indonesia juga tengah menjalankan moratorium lahan perkebunan kelapa sawit sesuai dengan mandat Instruksi Presiden Gnpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit dan Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Kebijakan ini menimbulkan sentimen penurunan volume produksi sawit.
Kebijakan India dapat memengaruhi pasar internasional. Menurut Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia Derom Bangun, kebijakan tersebut dapat memperbaiki harga CPO dan turunannya di pasar global.
Dampaknya juga positif bagi petani kelapa sawit nasional. “Apalagi, saat ini produksi ke- lapa sawit di Indonesia dan Malaysia memasuki musim panen rendah,” ujar Derom.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono berpendapat, kebijakan India jadi sinyal positif bagi ekspor CPO dan produk olahannya dari Indonesia. Saat ini India menempati posisi ketiga negara tujuan ekspor produk kelapa sawit nasional.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud menyambut positif kebijakan India itu. Dia berharap hal itu mendongkrak ekspor produk kelapa sawit ke India.
Badan Pusat Statistik mendata, sepanjang Januari-Oktober 2019, nilai ekspor CPO Indonesia ke India mencapai 1,43 miliar dollar Amerika Serikat. Angka ini lebih rendah 17,86 persen dibandingkan nilai ekspor pada Januari-Oktober 2018.
Sumber: Kompas