JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) optimistis kinerja ekspor pada semester II/2017 akan lebih positif.

Peningkatan akses pasar ekspor nonmigas ke negara-negara nontradisional ditempuh melalui percepatan perjanjian bilateral. Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kemendag Kasan Muhri mengatakan, ekspor nonmigas Indonesia pada semester I (Januari- Juni) 2017 senilai USD72,36 miliaratautumbuh13,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Menurut Kasan, pencapaian tersebut di atas target. Sebagai catatan, pemerintah menargetkan ekspor nonmigas sepanjang tahun ini tumbuh 5,6%.

Menurut Kasan, membaiknya ekonomi negara tujuan ekspor nonmigas Indonesia seperti China, Jepang, Singapura, Taiwan, AS, dan Vietnam, juga berpengaruh ke kinerja ekspor Indonesia. “Dengan kondisi pencapaian yang sekarang, kami melihat masih ada peluang positif pada semester II nanti,” ujarnya, di Jakarta, Rabu (26/7). Menurut Kasan, dalam dua tahun terakhir porsi ekspor nonmigas terhadap total ekspor juga sudah mencapai 90%. Sebelumnya pada 1982 porsinya hanya sekitar 17%.

Salah satu produk nonmigas yang saat ini porsi ekspornya paling besar adalah sawit dan produk turunannya senilai sekitar USD18-20 miliar per tahun. Seperti diketahui, Uni Eropa yang merupakan salah satu pasar ekspor tradisional bagi minyak sawit Indonesia beberapa waktu lalu melalui Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi sawit yang menuding sawit Indonesia sebagai penyebab deforestasi sampai pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat/lokal. Banyak pihak menilai tudingan tersebut tidak berdasar dan hanya merupakan bentuk proteksi terhadap produk minyak sayur dalam negeri di kawasan tersebut.

“Meskipun ekspor minyak sawit kita ke Eropa bukan yang terbesar, bagi mereka, sawit dan turunannya ini merupakan ancaman,” sebutnya. Pada periode Januari-Juni 2017 tercatat ekspor minyak sawit mentah (CPO) Indonesia ke Uni Eropa sebanyak 2,2 juta ton atau naik 37% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 1,6 juta ton. Nilainya pun meningkat signifikan dari USD1 miliar ke USD1,7 miliar atau naik 71%.

“Bayangkan ekonomi Eropa kuartal I/2017 ini tumbuh 2,1%, tapi di lain pihak ada CPO impor yang nilainya tumbuh 71% dan volumenya tumbuh 37%. Mereka pasti akan berusaha membuat barrier untuk melindungi komoditi lokal yang bersaing langsung,” tuturnya. Kasan menambahkan, Kemendag terus berupaya memperluas atau mendiversifikasi pasar ekspor bagi produk sawit Indonesia.

Selain pasar-pasar yang sudah dimasuki seperti Amerika Serikat, China, Pakistan, dan Bangladesh, Kemendag juga merambah ke pasarpasar nontradisional yang selama ini belum mengenal produk sawit Indonesia, antara lain, Afrika Selatan, Nigeria, Kenya, Mozambik, dan Tunisia. “Ini beberapa negara yang sudah ditargetkan untuk peningkatan akses pasar melalui perjanjian bilateral yang dipercepat. Beberapa kita harapkan selesai tahun ini atau tahun depan,” tandasnya.

Sementara itu, pada bagian lain, kunjungan Misi Dagang Kemendag ke Nigeria membuahkan hasil positif. Pelaku usaha Indonesia mengikat beberapa kerja sama perdagangan dan investasi dengan pelaku usaha Nigeria senilai USD21,1 juta. “Produk Indonesia banyak diminati pengusaha Nigeria. Lewat hubungan yang lebih kuat, diharapkan dapat menggenjot ekspor kita ke pasar Nigeria,” ujar Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, seusai menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara pengusaha Indonesia dan Nigeria dalam rangka Forum Bisnis Indonesia-Nigeria di Eko Hotel, Lagos, Nigeria, Senin (24/7), seperti dikutip dari siaran pers Kemendag.

Penandatanganan MoU dilakukan antara PT Kareem International dan Asanita Investment Limited berupa pendirian pabrik Bio-Ethanol di Edo State, Nigeria, senilai USD20 juta serta Air Mancur dan Jeisjosh Pharmaceutical and Food Limited senilai USD1,1 juta berupa ekspor produk herbal selama satu tahun.

Sumber : Harian Seputar Indonesia