JAKARTA: Minyak sawit berkelanjutan, merupakan paradigma baru guna menyamakan persepsi besarnya kebutuhan minyak makanan dan non makanan bagi masyarakat dunia termasuk Indonesia. 

Di sisi lain, keberadaan minyak sawit bersertifikasi berkelanjutan seperti sertifikasi RSPO, sangat dibutuhkan, guna mengembangkan industri terbarukan dan ramah lingkungan.

Demikian pendapat yang muncul dalam diskusi bersama Sawit Berkelanjutan dengan tema “Sukses Bersama Minyak Sawit Berkelanjutan”, yang diinisiasi majalah Info Sawit, Kamis (25/10/2018), di Jakarta.

Diskusi menghadirkan sejumlah pembicara, yakni Direktur RSPO Indonesia, Tiur Rumondang; Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sardjono; Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga; dan Founder LSM Links, Rudi Lumuru.

Tiur mengungkapkan, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), sebagai organisasi nirlaba internasional, senantiasa berjuang mempromosikan penggunaan minyak sawit berkelanjutan global, bagi masyarakat dunia. RSPO juga menjadi modal utama bagi Indonesia, dalam mengembangkan minyak sawit berkelanjutan di masa depan.

Keberadaan RSPO, merupakan bagian dari kepentingan bersama akan keberadaan minyak sawit yang kian meningkat konsumsinya. “Selain itu, minyak sawit berkelanjutan menjadi satu-satunya minyak nabati global yang telah berhasil melaksanakan prinsip dan kriteria berkelanjutan secara universal, dimana bersumber dari perusahaan perkebunan dan petani kelapa sawit,” ujarnya.

Berdasarkan data yang dimiliki RSPO, minyak sawit berkelanjutan yang berhasil diproduksi dunia mencapai lebih dari 13 juta ton. Dimana, sebanyak 52% lebih berasal dari produksi Indonesia.

“Tentunya, ini menjadi prestasi besar untuk Indonesia. Pasalnya, sebagai produsen terbesar CPO dunia, kini predikat terbesar produsen minyak sawit berkelanjutan, juga melekat kepada Indonesia,” kata dia.

Tak hanya mengembangkan bisnis minyak sawit semata, namun keberadaan industri minyak sawit, menjadi bagian pula dari pembangunan nasional yang berkelanjutan, dimana memiliki tujuan utama menyejahterakan kehidupan rakyat Indonesia, yang selaras dengan kehidupan sosial masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Sahat Sinaga mengatakan, keberadaan lahan perkebunan kelapa sawit nasional tahun 2017 lalu, diperkirakan sekitar 12 juta hektare, dimana kepemilikan lahan perkebunan kelapa sawit sebesar 42% lebih, dimiliki petani kelapa sawit. Itu sebabnya, industri minyak sawit menjadi bagian dari pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dunia (SDGs).

Tuntutan masyarakat global akan minyak sawit berkelanjutan, sering disuarakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasional dan nasional.

Kendati seringkali menuding dan menekan para produsen minyak sawit global dan nasional, namun keberadaan LSM juga dibutuhkan, sebagai bagian dari promosi gratis untuk mengenalkan minyak sawit bagi pasar global secara terus menerus.

Seiring peningkatan produksi minyak sawit dari Indonesia, kemungkinan terjadinya over supply juga terus membayangi keberadaan minyak sawit dan akan berpengaruh besar terhadap perdagangan minyak nabati dunia. “Di sinilah, dibutuhkan peranan besar dari perkebunan kelapa sawit, dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan yang bakalan terjadi,” ujarnya.

Sebagai informasi, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan International Standard Carbon Certification (ISCC), dilaksanakan secara sukarela (voluntary), sedangkan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bersifat mandatori sehingga wajib dilakukan perkebunan kelapa sawit Indonesia.

Pemerintah Jokowi sendiri, melalui kabinetnya, sudah mendorong peranan pasar domestik baru-baru ini, untuk terus meningkatkan konsumsi minyak sawit nasional melalui program mandatori biodiesel atau B20.

Pasalnya, sebagai industri strategis, minyak sawit memiliki peluang besar dalam mendulang devisa negara hingga menghasilkan bahan bakar nabati terbarukan atau biodiesel.

Sementara Mukti Sarjono mengungkapkan, kendati mengalami penurunan harga baru-baru ini, namun harga komoditas minyak sawit masih memiliki prospek cerah untuk meningkat.

Peningkatan konsumsi minyak sawit global termasuk Indonesia dari biodiesel, akan mendorong terjadinya kenaikan harga kembali. Selain itu, peningkatan konsumsi juga akan diperkuat dari komitmen industri turunan minyak sawit global, yang akan mengonsumsi minyak sawit berkelanjutan hingga 100%.

Pentingnya konsumsi pasar global termasuk Indonesia, memang sebagian besar berasal dari industri turunannya. Dimana, pertumbuhan industri hilir minyak sawit global juga terus terjadi, termasuk Indonesia yang memiliki banyak industri hilir kelas dunia.

Terlebih, sebanyak 70% devisa negara yang berasal dari minyak sawit, bersumber dari berbagai produk industri hilir minyak sawit. Pada gilirannya, dibutuhkan strategi bersama, yang dapat mendorong, terjadinya pertumbuhan industri minyak sawit, dengan meningkatkan konsumsi domestik, melalui pengembangan industri hilir dan peningkatan devisa negara di masa depan.

Pentingnya sinergi antarpemangku kepentingan, juga menjadi kunci sukses bersama, demi menyuplai kebutuhan minyak nabati dunia.

 

Sumber: Suarakarya.id