JAKARTA. Produsen biodiesel Tanah Air mengejar produksi 400.000 – 500.000 kiloliter (kl) pada September 2018 ini. Target itu untuk memenuhi seluruh kebutuhan biodiesel seiring mulai berlakunya program perluasan mandatori pencampuran 20% biodiesel dengan solar atau B20 pada 1 September 2018.

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan yakin target produksi sebesar itu akan tercapai. Dengan produksi sebesar itu, seluruh kontrak penjualan dengan PT Pertamina (Persero) dan perusahaan lain akan tercapai.

“Kami menjalankan purchase order (PO) baik di Pertamina maupun dari non Pertamina yang sudah kita dapatkan dan kontrak yang sudah di tanda tangani. Kami sedang berusaha menjalankan PO dan kontraknya,” katanya kepada KONTAN, Senin (10/9).

Dia optimis dapat memproduksi biodiesel sekitar 400.000 kl hingga 500.000 kl di bulan September 2018. Hal itu sesuai dengan target produksi yang telah ditetapkan pasca dimulainya perluasan mandatori B20 sebesar 2 juta kl hanya untuk periode September 2018-Desember2018.

Total produksi yang saat ini dikejar produsen biodiesel, naik signifikan dibandingkan rata-rata produksi sebelumnya. Pada tahun 2017, total produksi biodiesel sekitar 3,13 juta kl. Dari produksi tersebut sebesar 2,35 juta digunakan dalam negeri atau rata-rata 195.833 kl per bulan. Sementara sisanya sekitar 195.000 diekspor.

Paulus mengklaim, anggota Aprobi berkomitmen memenuhi kebutuhan B20 sesuai kontrak. Meskipun harus diakui, ada kendala yang harus diatasi, seperti masalah administrasi dan cuaca. Namun industri biodiesel, menurutnya, menjamin pasokan fatty acid methyl ester (FAME) akan sampai tepat waktu ke terminal pencampuran solar.

Apalagi, dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Balian Bakar Nabati Jenis Biodiesel ada sejumlah sanksi mengancam jika kontrak tidak dipenuhi.

Dalam aturan yang diundangkan 24 Agustus 2018 tersebut, industri akan dikenakan sanksi mulai administrasi bila terjadi keterlambatan dalam penyaluran FAME. Mereka juga denda Rp 6.000 per liter, hingga pencabutan izin usaha jika keterlambatan terjadi terus menerus.

Harga CPO naik

Perluasan B20 mulai awal September 2018, telah menimbulkan sentimen positif pada pergerakan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di pasar global. Bila pada Juli 2018 rata-rata harga CPO global sebesar US$ 587.4 per metrik ton, saat ini sudah mulai bergerak di kisaran US$ 560 – US$ 610 per metrik ton.

“Kenaikan harganya memang belum signifikan, tapi kami melihat ada tambahan penyerapan CPO untuk B20 sebesar 1 juta ton hingga akhir tahun,” ujar Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelap sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono.

Kenaikan harga CPO global, menurut Mukti, disebabkan karena adanya sentimen positif perluasan B20. Namun diakui, kenaikan harga CPO internasional belum berdampak signifikan pada harga Tandan Buah Segar (TBS) ditingkat petani. Pasalnya sampai saat ini, harga TBS di petani masih belum berubah di kisaran Rp 1.100-Rp 1.400 per kg.

Ia mengatakan, harga TBS tersebut berlaku untuk petani kelapa sawit yang sudah bermitra dengan perusahaan. Namun jika belum bermitra harganya masih rata-rata di kisaran Rp 700 – Rp 900 per kg. Mukti berharapan dengan permintaan ekspor CPO yang terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir, harga TBS akan naik.

“Sejak Juli ekspor mulai bagus mencapai 2,7 juta ton, kemudian di Juli sudah 3,2 juta ton,” ucapnya.

 

Sumber: Harian Kontan