Industri kelapa sawit nasional mulai bangkit dari keterpurukan setelah hyarga komoditas tersebut di pasar internasional mulai merangkak naik. Harga minyak kelapa sawit (CPO) pada Januari 2019 bergerak di kisaran 520 dolar AS 542.50 dolar AS per metrik ton dengan harga rata-rata 530,7 dolar AS per metrik ton. Sebelumnya pada Desember 2018 harga CPO global bergerak di kisaran 470 507,50 dolar AS dengan harga rata-rata 490,5 dolar AS per metrik ton atau harga rata-rata terendah sejak Agustus 2006.arga yang mulai bergeliat ini dipengaruhi stok .minyak sawit Indonesia dan Malaysia yang mulai menipis dan permintaan pasar global yang mulai bergeliat,” kata Direketur Eksekutif Gabungan Pengusaha” Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono, akhir pekan lalu..

Menurutnya, Perluasan mandatori biodiesel 20% (B20) kepada non-PSO sejak diberlakukan September 2018 terus berjalan secara konsisten dengan trend yang cenderung meningkat.

Pada awal tahun ini, penyerapan biodiesel di dalam negeri mencapai 552 ribu ton atau naik 9% dibandingkan Desember 2018 yang hanya mencapai 507 ribu ton. Di awal tahun 2019 ini

“Pemerintah berencana untuk melakukan uji coba pencampuran B30, diharapkan hasil uji coba B30 ini dapat mengakselerasi program mandatori B30 sehingga penyerapan minyak sawit di dalam negeri dapat digenjot lebih tinggi,” jelas Mukti.

Program mandatori biodiesel ini.ungkapnya, selain menghemat pengeluaran negara untuk impor solar dapat juga menggenjot harga minyak sawit global akibat pengurangan pasokan ke pasar global. Hal ini juga membuat Indonesia menjadi lebih kokoh dalam ketahanan energi dan tidak perlu lagi bergantung kepada negara tujuan ekspor yang menerapkan berbagai persyaratan yang berat.

Sejalan dengan peningkatan penyerapan di dalam negeri, pada Januari 2019 ekspor juga meningkat.

Sepanjang Januari, volume ekspor minyak sawit Indonesia (CPO dan turunannya, Olechemical dan Biodiesel) tercatat naik 4% dibandingkan dengan Desember 2018 lalu atau dari 3,13 juta ton naik menjadi 3,25 juta ton.

Sementara itu, volume ekspor CPO, PKO dan turunannya saja (tidak termasuk oleochemical dan (biodiesel) mencapai 3,10 juta ton atau juga naik 5% dibandingkan pada Desember 2018 lalu yang hanya mampu mencapai 2,95 juta ton.

Mukti menyatakan ekspor di bulan Januari terdiri CPO sekitar 746,06 ribu ton atau sekitar 23% dari total volume ekspor dan sisanya 77% merupakan produk turunan atau olahan dari CPO. Geliat pasar global ini terutama didukung oleh demand dari beberapa pasar non tradisional yang meningkat cukup signifikan.

“Pada bulan Januari, negara Afrika membukukan peningkatan impor minyaksawitdari Indonesia hingga 74% atau dari 181,48 ribu ton di Desember lalu terkerek menjadi 315.91 ribu ton,” paparnya.

Kenaikan impor ini diikuti oleh Bangladesh 43%, Amerika Serikat 26%, negara-negara Timur Tengah 13% dan India 9%.

Menurutnya, pada awal tahun 2019, India memberikan pengurangan bea masuk impor kepada Malaysia untuk CPO yang semula 44% menjadi 40% dan untuk refinedpalm oilmenjadi 45% dari sebelumnya 54%.

Pemerintah Indonesia diharapkan mengadakan lobby yang lebih intens dengan Pemerintah India dan membuat perjanjian dagang khusus untuk mendapatkan tarif khusus agar harga minyak sawit Indonesia tetap kompetitif.

Di sisi lain, pada Januari Pakistan mencatatkan penurunan sebesar 8,5% atau dari 290,26 ribu ton di Desember 2018 tergerus menjadi 265,49 ribu ton. Penurunan diikuti oleh Uni Eropa 496 dan China 3%.

Sejak China mulai menggalakkan dan mempromosikan program penggunaan renewable energy, impor biodiesel Negeri Tirai Bambu dari Indonesia menunjukkan angka yang konsisten. Januari ini impor biodiesel dari Indonesia mencapai 10 ribu ton. Angka ini sama dengan Desember 2018 lalu.

Menutup bulan Januari 2019, stok minyak sawit Indonesia bertengger di 3,02 juta ton atau turun 7% dibandingkan Desember 2018 lalu sebesar 3,26 juta ton.

Sumber: Tabloid Agro Indonesia