Petani sawit meminta menteri Kabinet Indonesia Maju untuk memperhatikan persoalan perkebunan sawit petani di kawasan hutan. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP Apkasindo) Gulat Medali Emas Manurung berharap dua menteri dalam Kabinet Indonesia Maju bisa menyelesaikan persoalan klasik penetapan kawasan hutan yang masih menjadi momok petani kelapa sawit. Dua menteri yang bersentuhan dengan petani kelapa sawit Indonesia itu adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya serta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Apkasindo berharap Menteri Pertanian berani dan tegas membela petani sawit yang diklaim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehu- tanan (LHK) berada dalam kawasan hutan. Begitu juga dengan Menteri LHK, Siti Nurbaya yang kembali dipercaya oleh Presiden Joko Widodo untuk mengisi kabinetnya. Dengan sosok lama ini, Gulat berharap Siti bisa melanjutkan penuntasan persoalan petani kelapa sawit pada klaim kawasan hutan. “Sekarang kita sudah punya Menteri Pertanian yang baru, Syahrul Yasin Limpo, mantan Gubernur Sulawesi Selatan yang saya pikir pernah juga berhadapan dengan persoalan kawasan hutan ini. Pada periode lalu kami sudah banyak berdiskusi dan memberikan masukan kepada beliau (Menteri LHK) tentang apa yang dirasakan oleh petani kami,” ujar Gulat seperti dilansir Antara, kemarin.
Selama ini, kata Gulat, petani kelapa sawit sama sekali tidak tahu menahu tentang apa itu kawasan hutan. Selain tidak pernah mendapat sosialisasi, klaim kawasan hutan ini belakangan baru muncul persis saat tanaman petani kelapa sawit sudah menghasilkan. “Kami berusaha dengan modal sendiri, mandiri. Mulai dari membeli tanah hingga menggarap dan sampai menghasilkan seperti sekarang, kami jabani sendiri. Dengan begitu, praktis kami nyaris tidak pernah merepotkan pemerintah. Kalaupun sekarang sawit menjadi sumber devisa terbesar negeri ini, 45% di antaranya andil petani,” kata Gulat.
Dalam kesempatan terpisah, Gulat menjelaskan banyak petani membeli lahan yang sebelumnya tidak ditetapkan sebagai hutan. Sebagai contoh, saat ini sedikitnya 56% lahan di Riau yang dikelola petani dinyatakan masuk kawasan hutan. Jika dirinci 56% sekitar 1,4 juta hektare. Apabila masing-masing petani mengelola 4 hektare, maka lebih dari 200 ribu petani berada di kawasan hutan.
“Itu di Riau, kalau Indonesia secara keseluruhan ada sekitar 38%. Angka ini cukup tinggi dan sangat mengkhawatirkan para petani. Terlebih setelah ada regulasi penolakan pembelian hasil panen sawit dari lahan yang disebut kawasan hutan, ” ujarnya.
Gulat mengharapkan pemerintah segera membebaskan lahan pertanian sawit warga. Karena tidak ada kerugian negara dengan pembebasan lahan tersebut.
Sumber: Sawitindonesia.com