Di tengah mencuatnya isu akan adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), Institut Teknologi Bandung (ITB) menciptakan katalis yang mampu mengubah minyak sawit menjadi BBM. Produk katalis ini dinilai mampu mendorong kemandirian energi nasional.

Kemajuan teknologi ini ditandai dengan peresmian Catalyst Teaching Industry di Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis, Fakultas Teknologi Industri, ITB, oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti) M Nasir di Bandung, Jawa Barat, kemarin.

Nasir mengatakan, laboratorium ini merupakan langkah awal Indonesia memproduksi katalis dalam negeri. Tapi yang lebih penting, ini merupakan tindak lanjut dari hasil riset, terutama tentang konsephilirisasi dan komersialisasinya.

“Apalagi ini bisa menghentikan ketergantungan bahan bakar fosil, sehingga kita bisa menggunakan minyak sawit untuk BBM. Kalau sawit bisa dialihkan untuk ini, kita bisa tinggalkan (ketergantungan terhadap pasar) Eropa,” ujar Nasir.

Dia menegaskan kini tinggal bagaimana dukungan regulasi untuk hilirisasi dan komersialisasi. “Kita harus membuat regulasi yang mudah dan sederhana. Nah, kalau nanti produk ini bisa jalan, saya akan sa-ngat bangga. Petani juga sawit akan sangat senang,” imbuh dia.

Pada acara peresmian itu, juga diberikan secara simbolis 17 ton katalis yang diproduksi ITB bekerja sama dengan PT Pertamina (persero). Katalis itu akan diberikan kepada kilang RU-IV Cilacap PT Pertamina.

Laboratorium katalis itu merupakan hasil pengembangan ITB, PT Pertamina, dan dukungan dana Kemenristek-Dikti, dan salah satu hasil katalis yang telah diproduksi adalah PK 230 TD. Produk ini digunakan untuk membersihkan fraksi diesel dari pengotor senyawa sulfur dan nitrogen.

Setelah ini, beberapa katalis untuk produksi bahan bakar nabati dari minyak nabati akan diujicobakan di beberapa unit komersial milik PT Pertamina. Katalis untuk produksi avtur nabati dari minyak inti sawit juga akan diujicobakan diRU-IV Cilacap, dan katalis untuk produksi diesel nabati dari minyak sawit akan diujicobakan di RU-II Dumai.

“Pengembangan laboratorium ini telah dilakukan sejak 1996. Awalnya tantangan kami adalah produksi yang masih terbatas, yaitu 60 gram per hari. Tapi, saat ini untuk memproduksi 3 kg, cukup 2 sampai 3 hari,” kata Guru Besar Fakultas Teknologi lndustri lTB Subagjo.

Menurut dia, saat ini semakin banyak industri yang membutuhkan katalis. Apalagi pada sektor minyak, Indonesia menjadi importir minyak terbesar. Produk katalis tersebut diharapkan mampu mendorong kemandirian energi nasional.

Subagjo menjelaskan, produk katalis itu dapat menghemat devisa negara untuk sektor energi hingga USD25,2 juta per hari. Produk katalis ini mampu mengganti 360.000 barel atau 30% minyak mentah impor. Bioenergi ini pun bisa digunakan hingga 100%.

Rektor ITB Kadarsah Suryadi mengatakan, katalis ini diharapkan memberi harapan bagi perkebunan kelapa sawit nasional di tengah tekanan Eropa atas minyak sawit Indonesia. Bahkan, katalis ini dinilai bisa memberi penghematan hingga jutaan dolar.

“Produk luar negeri yang awalnya mahal dari USD22, sekarang dengan adanya produk ITB bisa turun jadi USD10. Ini cukup menekan harga,” kata dia.

Laboratorium ini, kata dia, merupakan tindak lanjut dari upaya ITB mengubah citra dari research university menjadi entrepreneur university. Apalagi, saat ini telah banyak produk digital yang dihasilkan dan banyak dipakai masyarakat umum. Selain digital, juga ada produk nondigital.

 

Sumber: Harian Seputar Indonesia