“Kami ingatkan, Indonesia is the biggest buyer Airbus dan masih ada order 200 unit pesawat. Jadi kami jalan keluar terkait masalah biodiesel di Eropa,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Pernyataan ini terdedahkan usai Airlangga mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menerima kunjungan delegasi Dewan Bisnis Uni Eropa – ASEAN (EU – ASEAN Business Council). Presiden bahkan menegaskan tidak akan tinggal diam menyikapi perlakuan Uni Eropa terhadap komoditas ekspor andalan Indonesia, sawit atau minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
“Tentunya, Indonesia tidak akan tinggal diam dalam menyikapi diskriminasi ini,” kata Jokowi dalam kesempatan itu.
Airlangga pun melanjutkan, “mereka [Eropa] mendorong CEPA [Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa], tapi saya sampaikan bahwa sawit diskriminasi, terutama untuk biofuel, di mana market Indonesia di Eropa US$ 650 juta dan [kerja sama] perdagangan kita di Eropa US$ 31 miliar.”
Produk sawit Tanah Air memang kena diskriminasi di Uni Eropa. Pemerintah tak tinggal diam dan akan ambil langkah.
Nah, apakah ancaman tentang Airbus mampu meningkatkan bargaining position Indonesia?
Hubungan dagang antara Indonesia dan Eropa tengah dilanda masalah lantaran negosiasi perdagangan bebas masih berjalan alot perihal diskriminasi produk kelapa sawit Indonesia oleh Uni Eropa.
Dalam pertemuan itu, d i depan para pengusaha kawasan benua biru, Airlangga mengaku tidak ingin hubungan kerja sama dagang kedua negara terbelah, hanya karena persoalan diskriminasi sawit.
Foto: REUTERS/Beawiharta
|
“Jadi jangan sampai US$ 650 juta itu mengganggu bilateral dengan EU,” kata Airlangga sembari menegaskan bahwa Indonesia adalah salah satu konsumen terbesar Airbus, pabrikan pesawat milik Eropa yang berbasis di Blagnac, dekat Kota Toulouse, Perancis.
Pemerintah Indonesia beberapa waktu lalu memang sempat berbalik mengancam Uni Eropa untuk menyetop pembelian Airbus atas diskriminasi yang dilakukan terhadap komoditas sawit.
Berdasarkan penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia, total order pesawat Airbus dari Indonesia hingga Oktober 2019 mencapai 313 unit sedangkan total delivery mencapai 95 unit. Indonesia menyumbang 5,7% dari total order di kawasan Asia Pasifik.
Dari total pemesanan tersebut, maskapai penerbangan Citilink memesan 25 unit, Garuda 58 unit dan terbanyak Lion Air 230 unit.
Jika ditinjau lebih lanjut, jenis pesawat Airbus yang banyak dibeli Indonesia adalah A320neo, A320ceo dan A321neo. Jenis A320neo merupakan yang paling banyak di order dengan jumlah mencapai 146 unit.
Menurut perkiraan Tim Riset CNBC Indonesia, jika semua order tersebut dijumlahkan maka nominalnya bisa mencapai US$ 42,8 miliar atau setara dengan Rp 599,4 triliun. Jumlah yang sangat fantastis tentunya. Sebagai tambahan informasi pada 2018 Airbus berhasil mencatatkan pendapatan sebesar US$ 70,4 miliar.
Memang order tersebut tak mungkin dibayar langsung kontan. Namun jika benar RI menggunakan peluru ini untuk menggertak Eropa tentu akan berdampak pada berkurangnya pangsa pasar Airbus di Asia Pasifik hingga 5%. Penurunan market share hingga 5% bukan jumlah yang kecil.
Jika dibandingkan dengan ekspor minyak sawit Indonesia ke Eropa pada 2018, jumlahnya lebih kecil dibanding pembelian Airbus. Pada 2018 Indonesia mengekspor sawit hingga 4,8 juta ton ke Eropa dengan perkiraan nilai mencapai US$ 4 miliar – US$ 5 miliar. Pasar Eropa menyumbang 18,75% pangsa pasar minyak sawit RI.
Tentu Indonesia punya posisi tawar yang kuat dalam hal ini. Belum lagi ditambah WTO yang memperbolehkan AS untuk mengenakan bea impor terhadap Uni Eropa akibat memberikan subsidi ilegal terhadap Airbus sebesar US$ 18 miliar.
Saat ini pemerintah Indonesia tengah mengupayakan penguatan pasar domestik untuk komoditas sawit melalui program biodiesel. Mulai Januari tahun depan rencananya program B30 mulai akan dilaksanakan.
Program B30 merupakan program untuk mengurangi ketergantungan impor minyak dan BBM. Program B30 menggunakan bahan bakar campuran 70% minyak diesel biasa dan sisanya minyak nabati seperti CPO. Diharapkan dengan berjalannya program ini konsumsi minyak Indonesia dapat turun hingga 165.000 barel per hari (bpd).
Selain itu pemerintahan Jokowi mendorong percepatan sertifikasi industri sawit berkelanjutan dengan harapan meningkatkan akses ke pasar. Rencana ini disahkan oleh Jokowi pada 22 November lalu sebagai bagian dari mewujudkan industri sawit yang berkelanjutan.
Instruksi lain yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2019 yang fokus pada penguatan data perkebunan, infrastruktur serta koordinasi antar lembaga. Jokowi juga menyoroti tentang pentingnya meningkatkan kapasitas petani monitoring dan pengelolaan lingkungan serta resolusi terhadap konflik.
Sumber: Cnbcindonesia.com