Jepang tertarik mengimpor limbah dari Kelapa Sawit seperti cangkang sawit, tandan kosong, dan pelet dari hasil olahan tandan kosong kelapa sawit. Ketiga jenis bahan tersebut digolongkan sebagai produk samping ataupun limbah dari perkebunan dan pabrik kelapa sawit. Pihak Jepang menyebutkan pentingnya bahan bakar biomassa dalam rangka peningkatan produksi listrik di Jepang dengan cara produksi energi yang baru dan terbarukan.

Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun mengatakan, ketertarikan Jepang itu tercetus dalam seminar mengenai standar ISO bersama pihak Jepang di Jakarta pada 10 Februari 2020. Dalam paparan yang dihadiri oleh sejumlah peserta dari berbagai kementerian, asosiasi, dan lembaga swadaya masyarakat, peneliti senior dari Jepang Takanobu Aikawa menjelaskan, bauran energi di Jepang akan meningkatkan porsi energi baru dan terbarukan untuk mencapai 3,70-4,60% dari produksi listrik total atau sekitar 6-7,20 Gigawatt (GW). “Untuk keperluan itulah, Jepang memerlukan peningkatan penggunaan bahan biomassa yang sebagian besar diimpor dari Indonesia,” ujar Derom seperti dilansir Antara di Medan, kemarin.

Meski memerlukan, Jepang mengharuskan sertifikasi pada produk yang akan di ekspor. “Jadi menurut DMSI, sistem standardisasi ISPO perlu diperluas seperti untuk mencakup pabrik-pabrik pelet nantinya,” ujar Derom. DMSI sebelumnya telah mendorong pengembangan pelet berbahan baku sawit. Potensi pengembangan pelet dari batang Kelapa Sawit sangat besar, saat ini produksi pelet tersebut banyak dibutuhkan di Indonesia bahkan untuk ekspor khususnya ke Jepang. “Pembuatan pelet dari bahan baku berupa batang Kelapa Sawit sudah diuji dan tampaknya diminati Jepang,” ujar Derom Bangun.

Uji coba pembuatan pelet sudah dilakukan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan bekerja sama dengan DMSI serta Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKA) dan sudah diperkenalkan ke Jepang. Jepang tertarik dengan produk itu. Pembuatan pelet dari batang Kelapa Sawit dan diekspor akan memberi banyak manfaat besar bagi rakyat dan Pemerintah Indonesia. Salah satu manfaatnya adalah untuk mendukung program replanting baik oleh petani secara mandiri, perusahaan dan program peremajaan Kelapa Sawit yang dilakukan pemerintah. Replanting membutuhkan biaya besar untuk menyingkirkan dan mencincang pohon sawit.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia