JAKARTA – Sejumlah kalangan sepakat melawan kampanye negatif tentang sawit. Isu sawit selama ini gencar dilakukan di Uni Eropa (UE) sehingga mengganggu kinera ekspor nasional, terutama untuk komoduitas strategis tersebut. Selain itu, serangan terhadap sawit mengganggu investasi dan merugikan ekonomi nasional

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, menegaskan banyak persepsi keliru tentang sawit yang jika dibiarkan maka sentimen negatif tersebut akan dianggap sebagai kebenaran. “Perlu digencarkan kampanye positif mengenai produk sawit agar pemberitaan menjadi lebih berimbang dan masyarakat internasional lebih paham peran sawit bagi pembangunan berkelanjutan,” ujarnya saat menjadi pembicara pada pertemuan Konferensi Minyak Kelapa sawit Eropa (EPOAC) di Madrid, Spanyol, pekan lalu.

Dalam kesempatan itu, Enggar menginformasikan perkembangan terkini mengenai kebijakan Moratorium sawit yang ditandatangani Presiden Joko Widodo melalui Inpres No 8 tanggal 13 September 2018 yang mengatur Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.

Ditegaskan Enggar, minyak kelapa sawit atau crude palme oil (CPO) bukan komoditas biasa bagi Indonesia. Komoditas ini memainkan peranan penting dalam perekonomian dan menyediakan lapangan kerja untuk mengatasi kemiskinan.

Selain itu, industri komoditas ini sebagai sumber penghasilan bagi 5,3 juta pekerja, dan memberikan penghidupan bagi 21 juta orang di Indonesia.

“Sejak pertengahan 2000-an, ekspor minyak kelapa sawit menjadi sumber pendapatan penting bagi Pemerintah untuk mendorong pembangunan ekonomi di Indonesia. Namun, seiring meningkatnya ekspor komoditas ini, meningkat pula kampanye negatif tentang minyak sawit, terutama di negara-negara maju,” ungkap Mendag. Ekspor CPO ke UE pada 2017 tercatat 3,83 miliar dollar AS atau setara 58,14 triliun rupish (kurs 15.179 rupiah per dollar AS), naik 35,27 persen dari tahun sebelumnya (yoy). Sedangkan ekspor komoditas ini ke Spanyol pada 2017 tercatat 1,17 miliar dollar AS atau setara 17,76 triliun rupiah, naik 98,38 persen secara yoy.

Tindak Tegas

Secara terpisah, dalam diskusi terkait sawit beberapa waktu laludi Jakarta, sejumlah pihak meminta pemerintah menindak tegas organisasai nirlaba (LSM) atau NGO ilegal di Indonesia karena tidak terdaftar resmi di Kementerian Luar Negeri. NGO tersebut enggan melaporkan kegiatan maupun sumber pendanaan kepada pemerintah.

Pasca reformasi, kehadiran LSM asing (transnasional) di Indonesia malahan menjadi blunder bagi perekonomian nasional. Jejaring NGO dari luar negeri bebas masuk Indonesia tanpa ada pelaporan maupun registrasi kepada pemerintah. Sementara di Malaysia, pemerintah setempat memberikan pengawasan ketat bagi NGO transnasional yang ingin beroperasi di sana.

Dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Sudarsono Soedomo menegaskan NGO asing, sering melontarkan tuduhan tanpa risiko sepadan. Selain itu, NGO disinyalir bermain dua kaki, di mana kaki satu sebagai alat pemerasan. Sementara kaki lainnya dipakai untuk menjadi konsultan bagi perusahaan yang mereka tekan.

Pengamat Ekonomi Bhima Yudisthira menyebutkan penanaman modal asing di sektor perkebunan anjlok dari periode 2015-2017. Investasi di sektor pangan dan perkebunan tergerus menjadi 1,4 miliar dollar AS pada 2017, lebih rendah dari tahun 2015 sebesar dua miliar dollar AS.

 

Sumber: Koran Jakarta