Uni Eropa bakal mendeklarasikan Delegated Act. Itu berarti, mereka siap mengimplementasikan Renewable Energy Directive (RED) II pada Februari 2019. 

RED II merupakan kesepakatan mengenai penggunaan bahan bakar ramah lingkungan (biofuel) yang berlaku mulai 2020 mendatang. Melalui kesepakatan ini, sepanjang 2020-2030, negara-negara Uni Eropa akan menetapkan kelapa sawit dalam kategori tanaman pangan risiko tinggi dan risiko rendah Indirect Land Usage Change (ILUC). Artinya, mereka akan membatasi penggunaan minyak sawit dan bahkan menghapusnya secara bertahap dari pasar bahan bakar nabati Uni Eropa. 

Jelas, penerapan RED II bisa memengaruhi perdagangan minyak sawit dunia termasuk ke Eropa. Karena itu, Pemerintah berniat mengajukan keberatan kepada Dewan Pertimbangan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). 

Mahendra Siregar, Staf Khusus Kementerian Luar Negeri, menyampaikan, RED II sejatinya sudah lahir pada 11 Desember 2018 lalu. “Selanjutnya, Delegated Act atau semacam komitmen implementasi ini akan terbit pada 1 Februari 2019 depan,” katanya kepada KONTAN, Jumat (25/1). 

Dalam penerapan RED II, sebenarnya Uni Eropa menetapkan, kewajiban pemenuhan 32% kebutuhan bahan bakar nabati untuk energi dari sumber terbarukan pada 2030 mendatang. Ini berarti, Uni Eropa membutuhkan sumber bahan bakar nabati dalam jumlah besar. Cuma, bahan bakar dari sawit atau biodiesel tak masuk daftar. 

Itu sebabnya, Mahendra menegaskan, ini sebuah diskriminasi besar bagi sawit. Apalagi, parameter yang Uni Eropa terapkan pada ILUC tidak relevan untuk negara tropis. “Kriteria LUC disusun untuk menguntungkan komoditas lokal Uni Eropa seperti minyak rapeseed (bunga Bras-sica),” terang dia. 

Menolak kriteria 

Menurut Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), kebijakan Uni Eropa tersebut bakal membuat ekspor biodiesel kita turun di tahun-tahun mendatang. Meski, sudah tidak lagi mengekspor biodiesel langsung ke Uni Eropa sejak 2014 lalu, tapi pada 2018 negara kita masih mampu mengekspor minyak sawit dalam jumlah yang cukup besar ke benua biru. 

Kendati begitu, dalam catatan Sahat, sepanjang 2018 lalu Uni Eropa mengimpor minyak sawit dari Indonesia sebanyak 4,2 juta ton. Sebanyak 75% di antaranya mereka pakai untuk bahan baku biodiesel dan sisanya buat pangan. “Makanya, kami tak setuju dengan kriteria ILUC yang mereka tetapkan,” tegas Sahat. 

Porsi 75% dari penggunaan ekspor minyak sawit itu, Sahat menambahkan, setara dengan 3,1 juta ton. Nah, jumlah ini yang berpotensi tergerus kalau Uni Eropa menerapkan kebijakan RED II. 

Garis Besar Kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II Penggunaan energi terbarukan sebanyak 20% pada 2020 untuk listrik dan kendaraan bermotor. 

Mewajibkan penggunaan biofuel 10% pada 2020 dan mulai mengembangkan agrofuel sebagai biofuel generasi kedua. 

Uji coba telah dilakukan di Inggris dengan menggunakan bioetanol yang berasal dari gula bit untuk dicampur di bensin. Kemudian, biodiesel yang memakai lemak binatang dan minyak rapeseed atau kelompok bunga Brassica untuk dicampur ke solar. Sumber energi lain yang juga bisa dimanfaatkan adalah kedelai dan biji bunga matahari. 

Sumber: Harian Kontan